I’JAZ AL QUR’AN
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah
Teori dan Metodologi Studi Al-Qur’an
dan Hadis
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H.
Budiharjo, M.Ag.
Oleh :
Muhammad Solichun
M1.11.015
MAGISTER STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
SALATIGA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehadiran al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW,
merupakan sebuah Maha Karya yang Agung dari Allah Swt sebagai sebuah landasan
dan pedoman hidup manusia. Yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Dengan
kedatangan al-Qur’an yang original dari Allah yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad merupakan penyempurna terhadap kitab-kitab sebelumnya. Ini merupakan
bukti kemukjizatan al-Qur’an yang tiada seorangpun yang dapat menirunya dan
mendatangkan hal semisalnya. Al-Quran menantang orang-orang Arab yang meragukan
kebenaran al-Qur’an untuk membuat hal yang serupa dengan al-Qur’an, Allah Swt
berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 23 yang artinya: “Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kam
(Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS. al- Baqarah;23)
Kemu’’jizatan al-Qur’an sebagai mana yang dikemukakan oleh
Quraish Shihab nampak dalam tiga hal pokok. Pertama pada redaksinya yang mencapai puncak tertinggi
dari sastra Arab. Kedua, kandungan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang
diisyaratkan. Ketiga, ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang sebagian telah
terbukti kebenarannya.
Dalam makalah
ini penulis akan mencoba memberikan gambaran secara umum mengenai pengertian,
macam I’jaz dalam al-Qur’an , Unsur apa saja yang menyertai mu’jizat al-Qur’an
, Bagaimana cara memahami mu’jizat al- Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan I’jazul Qur’an ?
2. Ada berapa macam I’jaz dalam al-Qur’an?
3. Unsur apa saja yang menyertai mu’jizat al-Qur’an?
4. Bagaimana cara memahami mu’jizat al- Qur’an?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
I’jaz Al-Qur'an
Menurut
bahasa: Kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang
mempunyai arti “ketidak berdayaan dan keluputan”.
Atau Kata i’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Ini sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi.
أَعْجَزَتُ أَنْ أَكُوْنَ مِثْلَ هَذَاالْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِيْ (المائدة:۳۱
Artinya:
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)
Atau Kata i’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Ini sejalan dengan firman Allah SWT yang berbunyi.
أَعْجَزَتُ أَنْ أَكُوْنَ مِثْلَ هَذَاالْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِيْ (المائدة:۳۱
Artinya:
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)
Secara
istilah: Penampakan kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. dalam ketidakmampuan
orang Arab untuk menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu Al-qur’an
Lebih
jauh Al-Qaththan mendefinisikan I’jaz dengan:
إِظْهَارُ صِدْقِ النَّبِيِِّ صَلَى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى دَعْوَى الرِّسَالَةِ بِاظهَارِ
عَجْزِ الْعَرَبِ عَنْ مُعَجِزَتِهِ اْلخَالِدَةِ وَهِيَ اْلقُرْانُ وَعَجْرِ اْلأَجْيَالِ
بَعْدَهُمْ.
Artinya:
“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan AlQuran.
“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan AlQuran.
Mukjizat didefinisikan oleh pakar
agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang
terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya sebagai
tantangan bagi orang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi
tidak melayani tantangan itu. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat
didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT.
Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan
kenabian dan kerasulannya. Atau Manna’ Al-Qhathan mendefinisikannya demikian:
أَمْرُ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ
مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ اْلمُعَارَضَةِ.
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
I’jazul
Qur’an adalah kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an
yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun
berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang menyamainya. Kadar
kemukjizatan Al-Qur’an itu meliputi tiga aspek, yaitu : aspek bahasa (sastra,
badi’, balagah/ kefasihan), aspek ilmiah (science, knowledge, ketepatan
ramalan) dan aspek tasyri’ (penetapan hukum syariat).[1]
2. Macam-macam mukjizat
1. Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang
muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi.
Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah
lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari
bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar Imam Jalaludin
as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang ditampakkan
Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis
fisik. Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan
tingkat intelegensi bani Israil.[2]
¹Muhammad Ali Ash Shabuni. Pengantar Studi Al-Quran,
terjemah H. Muhammad Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS (Bandung; Al Ma’arif,
1987), hlm. 102-103
²As-Suyuthi
Jalaludin. al-Itqon fi Ulumi al-Quran, juz II. Mesir: Muassasah al-kutub as-Saqofiyah, t.t.
2.
Mukjizat Rasional
(‘Aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak
ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai
mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah
yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bisa abadi sampai
hari Qiamat. Jalaludin as-Suyuthi kembali berkomentar, bahwa sebab yang
melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah
keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual.
2.
UNSUR-UNSUR YANG MENYERTAI MUKJIZAT
1.
Sesuatu yang datangnya
dari Allah.
Kemampuan
luar biasa yang ada pada diri manusia ada 2 macam:
a.
Anugerah
Allah, antara lain mu’jizat, irhas, karomah dan ma’unah.
b.
Sumbernya dari syetan yaitu
istidraj. *
*). Mukjizat: adalah peristiwa luar biasa (Khawariq 'Adah) yang terjadi
atau
terdapat pada seorang Nabi. Dan orang
biasa lainnya tidak mampu
melakukannya. Dan mukjizat ini hanya
diperuntukan bagi Nabi sebagai tanda
atau
kegimitasi kenabian. Sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak
bakal menjadi Nabi disebut irhash.
Karomah: adalah sebuah peristiwa luar biasa yang terjadi pada
diri seseorang yang dekat kepada Allah, seperti para Wali, para ulama. Karomah
ini adalah sebagai bukti bantuan Allah bagi seseorang yang berdakwah di jalan
Allah. Namun biasanya karomah ini tidak dirasakan oleh orang itu. Namun
peristiwa luar biasa ini bukan sesuatu yang harus dikultuskan namun hanya
sekedar pemberitahuan bahwa ia memang orang yang dikasihi Allah. Dan karomah
ini bukan sesuatu yang dicari dengan sengaja oleh yang bersangkuitan (Bil Kasb)
Ma'unah; Yaitu orang yang diberi kemampuan di atas rata-rata, dan
orang ini bisa jadi bukan seorang wali atau ulama. Namun seorang hamba yang
taat beribadah. Baik kemampuan ini diperoleh dengan mencari misalnya setriang
berpuasa atau lainnya ataupun datang dengan sendirinya (bighori Kasb)
Istidraj (tipu daya Syetan): Adalah kemampuan seseorang di batas
kewajaran dan orang ini bukan termasuk ulama, orang soleh. Malah dia seorang
pendurhaka ataupun bukan orang soleh. Artinya bahwa yang dimilkinya berasal
dari setan dan pastinya akan menyesatkan manusia.
2.
Hal atau
peristiwa yang luar biasa.
Peristiwa-peristiwa alam, yang
terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat. Hal ini
karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang dimaksud dengan
“luar biasa” adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab akibat yang
hukum-hukumnya diketahui secara umum. Demikian pula dengan hipnotis dan sihir,
misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak
termasuk dalam pengertian “luar biasa” dalam definisi di atas.
3.
Terjadi atau
dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
Hal-hal di luar kebiasaan tidak
mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila keluarbiasaan tersebut bukan dari
seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak dinamai mukjizat. Demikian pula
sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal menjadi Nabi ini
pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash. Keluarbiasaan itu terjadi pada
diri seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut
mukjizat, melainkan karamah atau kerahmatannya. Bahkan, karamah ini bisa
dimiliki oleh seseorang yang durhaka kepada-Nya, yang terakhir dinamai ihanah
(penghinaan) atau Istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka lagi).
Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini.
Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini.
4.
Mendukung
tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian.
Tentu saja ini harus bersamaan
dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan sesudahnya. Di saat ini,
tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang berjalan dengan ucapan
sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat bicara”, tetapi ketika
batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang penantang berbohong”, maka
keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah atau istidraj
5.
Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Sebagaimana teori sarfah yang
mengatakan bahwa Tuhan secara sengaja melakukan intervensi dan mencegah bangsa
Arab dari menghasilkan teks serupa Al-Qur’an. Bila yang ditantang berhasil
melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti.
Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan harus benar-benar
dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan mereka, aspek
kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya. Untuk
masyarakat Mekkah yang ahli dalam bersyair di berikan tantangan dengan ayat
Al-Qur’an yang mengandung sastra tinggi.[3]
Dalam
hal tantangan ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-quran melalui tahapan dari
yang berat sampai yang teringan, tetapi semuanya tidak mampu di layani.
Ayat-ayat tersebut adalah :
1.
Tantangan
untuk mendatangkan Semisal Al-quran, (Q.S. al-Isra`/17: 88 )
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ
يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Katakanlah:
"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al
Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
³ Anwar, Rosihan. 2000. Ilmu Tafsir. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
2.
Tantangan
mendatangkan 10 surat, ( Hud: 13 )
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ
مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ
Bahkan
mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu",
Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang
dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".
3.
Tantangan
mendatangkan satu surat saja.
a.
Al-baqarah :
23
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا
بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا
شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan
jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada
hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
b.
Yunus : 38
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau
(patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah:
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat
seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk
membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."
Upaya untuk menandingi Al-quran di lakukan oleh seorang
nabi palsu yaitu Musailamah dalam ayat-ayat buatannya :
1. Tentang Katak
يا
ضفدع بنت ضفدعين نقّّى ما تنقّين نصفك فى الماء
و نصفك فى الطين لا الماء تكدرين ولا الشارب تمنعين ....
Wahai katak anak dua katak. Bersihlah apa yang engkau bersihkan. Separuhmu
di air, dan separuhmu dilumpur. Engkau tidak mengeruhkan air, dan tidak
menghalangi orang minum ....
2.
Tentang gajah (M. Quraish Shihab, 1997: 270)
الفيل
ما الفيل‘ وما أدريك ما الفيل ‘ له خرطوم طويل ‘ وذنب أثيل‘ وماذاك من خلق ربّنا
بقليل.
Gajah, apakah gajah itu, tahukah engkau apakah
gajah itu?. Dia mempunyai belalai yang panjang, dan ekor yang mantap. Itu
bukanlah bagian dari ciptaan Tuhan kita yang kecil. (M. Quraish Shihab,
1997: 270)
3.
Menyerupai al kausar
إنّا أعطيناك الجماهر فصلّ لربّك وجاهر إنّ شانئك هو الكافر
....
Sesungguhnya kami telah memberimu
pengikut yang banyak, maka sembahlah tuhanmu dan perlihatkanlah. Sesungguhnya
orang yang membencimu adalah kafir .
4.
TUJUAN ADANYA MUKJIZAT AL QURAN
Dari
pengertian yang telah diuraikan di atas,dapatlah diketahui bahwa tujuan I’jazul
qur’an itu banyak,diantaranya yaitu :
1).
Membuktikan bahwa Nabi Muhammad yang membawa mukjizat kitab al qur’an itu
adalah benar-benar seorang nabi dan rasul Allah.Beliau diutus untuk
menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia dan untuk mencanangkan
tantangan supaya menandingi al qur’an kepada mereka yang ingkar. menyampaikan
ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya
menandingi al qur’an kepada mereka yang ingkar.
2).Membuktikan
bahwa kitab al qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah,bukan buatan malaikat
Jibril dan bukan tulisan nabi Muhammad.Sebab pada kenyataannya mereka tidak
bisa membuat tandingan seperti Al Qur’an sehingga jelaslah bahwa al qur’an itu
bukan buatan manusia.
3).Menunjukkan
kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia khususnya bangsa
arab,karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa arab tidak ada
yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti al qur’an,yang telah
ditantang kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al qur’an.
4).Menunjukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan
keangkuhan dan kesombongannya.Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak
mau menerima kitab suci itu.
Urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur'an
dapat dilihat dari dua tataran:
1.Tataran
Teologis Mempelajari I’jaz Al-Qur'an akan semakin menambah keimanan seseorang
muslim. Yaitu bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an ini dan memahaminya,
melakukan apa-apa yang diperintahkan Allah, maka Allah kelak akan memuliakannya
dunia dan akhirat ( Imroatul Zahro, “Hujjah al-Qur’an dan I’jaz al-Qur’an“
). Bahkan, tidak
jarang pula orang masuk Islam tatkala sudah mengetahui I’jaz Al-Qur'an.
Terutama ketika isyarat-isyarat ilmiah, yang merupakan salah satua spek I’jaz
Al-Qur'an, sudah dapat dibuktikan.
2.Tataran Akademis Mempelajari I’jaz
Al-Qur'an akan semakin memperkaya khazanah keilmuan keislaman, khususnya
berkaitan dengan ulum Al-Qur'an (ilmu tafsir)
4.
CARA MEMAHAMI MUKJIZAT
Ada tiga hal
yang perlu diperhatikan guna mempermudah pemahaman bukti-bukti itu.
a.
Kepribadian Nabi
Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw. seorang yang tidak gila kedudukan, harta, dan wanita.
Hal ini dibuktikan, ketika beliau diminta agar memberhentikan dakwahnya. Jika
beliau mau menerima permintaan ini, tokoh-tokoh kaum musyrik Makkah memberikan
kepadanya kedudukan, harta, dan wanita. namun itu semua ditolaknya, bahkan
beliau menjawab:
“Walau matahari diletakkan di tangan kananku, dan bulan di tangan
kiriku, tidak akan kutinggalkan misiku sampai berhasil atau aku gugur mempertahankannya,
“jawab beliau.
Nabi yang ummi
telah membawa Al-Quran yang mu’jiz dalam hal lafal dan maknanya. la tidak pernah belajar dari guru mana pun. Ia tidak pernah
berguru kepada siapa pun. Ini dinyatakan Allah SWT,
Katakan: “ Jika Allah menghendaki, aku
tidak akan membacakannya, kepadamu dan la pun tidak akan mengajarkannya kepadamu.
Bukankah aku telah hidup sepanjang usiaku di tengah-tengah kamu. Tidakkah kamu
merenungkannya." (Yunus 16).
Al-Quran
juga menyatakan
bahwa seandainya Muhammad
dapat
membaca
atau menulis pastilah akan
ada yang meragukan kenabian beliau (baca
QS
29:48).
b.
Kondisi
Masyarakat Saat Turunnya Ayat
Tentu banyak sisi dari kondisi masyarakat yang dapat dikemukakan, namun yang
terpenting dalam konteks uraian tentang mukjizat adalah perkembangan ilmu
pengetahuan, kemampuan ilmiah masyarakat Arab, serta masyarakat umat manusia
secara umum.
Al-Quran menamai masyarakat Arab sebagai masyarakat ummiyyin. Kata
ini adalah bentuk jamak dari kata ummiy yang terambil dari kata umm
yang anti harfiahnya adalah ibu dalam arti bahwa seorang ummiy
adalah yang keadaannya sama dengan keadaan pada saat dilahirkan oleh ibunya
dalam hal kemampuan membaca dan menulis.
Kemampuan tulis baca di kalangan masyarakat Arab—khususnya pada awal masa
Islam—sangat minim, sampai-sampai ada riwayat yang menyebut jumlah mereka yang
pandai menulis ketika itu tidak lebih dari belasan orang.
Jika demikian, pengetahuan masyarakat non-Arab pada masa turunnya Al-Quran
bukan atas dasar metode ilmiah yang sistematik atau pengamatan dan hasil
percobaan-percobaan dalam dunia empiris.
Semuanya itu kemudian mengantarkan ilmuwan untuk berkata bahwa masyarakat
manusia secara umum belum lagi memiliki ilmu pengetahuan dalam arti yang
sebenarnya.
Memahami kondisi masyarakat dan perkembangan pengetahuan pada masa turunnya
Al-Quran akan menunjang bukti kebenaran Al-Quran saat disadari betapa kitab
suci ini memaparkan hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal kecuali pada
masa-masa sesudahnya.
c.
Masa dan Cara
Kehadiran Al-Quran
Hal ketiga yang tidak kurang pentingnya dalam upaya lebih meyakinkan
tentang kemukjizatan Al-Quran adalah masa dan cara turunnya wahyu AlQuran
kepada Nabi Muhammad Saw.
Banyak aspek uraian yang berkaitan dengan topik ini, tetapi yang perlu
digarisbawahi dalam konteks pembuktian kemukjizatan Al-Quran adalah :
1). Kehadiran wahyu Al-Quran
diluar kehendak Nabi Muhammad Saw.
2). Kehadirannya secara
tiba-tiba.
Menyangkut butir pertama, baik untuk diketahui bahwa tidak jarang Nabi
Muhammad Saw. membutuhkan penjelasan bagi sesuatu yang sedang dihadapinya
tetapi penjelasan yang dinantikan itu tak kunjung datang.
Setelah sepuluh kali menerima wahyu yang dimulai dengan awal surah (1)
Iqra’, (2) Al-Qalam, (3) Al-Muddatstsir, dan (4) Al-Muzzammil, kemudian (5)
surah Al-Masad, (6) At-Takwir, (7) Sabbihisma, (8) Alam Nasyrah, (9) A1-’Ashr
dan (10) Al-Fajr, tiba-tiba wahyu terputus kehadirannya. Sekian lama beliau
menanti dan mengharap tetapi Jibril - pembawa wahyu - tidak kunjung datang,
maka timbul rasa gelisah di hati Nabi SAW. Sedemikian besar kegelisahan itu,
sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa beliau nyaris menjatuhkan diri dari
puncak gunung. Orang-orang musyrik Makkah pun mengejek beliau dengan berkata,
“Tuhan telah meninggalkan Muhammad dan membencinya.” Kegelisahan ini baru
berakhir dengan turunnya Q.S. al-Dhuha/93: 1 - 3
وَالضُّحَى(1)وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى(2)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى(3)
Demi al-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan
tidakpula membenci.
Sumpah Allah terhadap Muhammad dengan tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu
waktu dhuha, dan malam hari dengan kegelapannya. Isi sumpah-Nya Bahwa Allah tidak
meninggalkannya dan tidak membencinya. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu adalah
wewenang-Nya. Jadi, andaikata Nabi Saw. menantikan kehadirannya, namun jika
Tuhan tidak menghendaki, wahyu tak akan datang. Ini membuktikan bahwa wahyu
merupakan ketetapan-Nya, bukan hasil perenungan Nabi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
>
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa I’jazul Qur’an merupakan bagian
terpenting dari Ulumul Qur’an,karena I’jazul Qur’an berfungsi sebagai pembawa
kebenaran,bahwa Al Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad adalah murni
dari Allah dan tidak ada unsur-unsur apapun yang bisa menandingi arti dan makna
yang terkandung dalam Al Qur’an walau satu ayat.
>
Dengan mempelajari I’jaz Al Quran akan semakin memperkokoh keimanan dan
menambah kwalitas keilmuan seseorang.
Daftar
Pustaka
Al-Jazari, Thahir bin Shalih. Jawahirul
Kalamiyah fi Idhohil Aqidatul Islamiyah. Surabaya: al-Hidayah, t.t
Al-Qathan,
Manna’. Al-Mabahis fi Ulumil Quran. Mesir: Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis,
1973
An-Najd, Abu Zahra. Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka,
terjemah Agus Efendi. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1991
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pengantar Studi Al-Quran,
terjemah H. Muhammad Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS. Bandung: Al Ma’arif,
1987
As-Suyuthi
Jalaludin. al-Itqon fi Ulumi al-Quran, juz II. Mesir: Muassasah al-kutub as-Saqofiyah, t.t.
Hasbunabi,
Mansur. al-Kaun wa al-I’jaz fi al-Quran, Libanon: Dar el-Fikr al-Araby,
tt.
Zahro, Imroatul. “Hujjah
al-Qur’an dan I’jaz al-Qur’an“ http://mabadik.wordpress.com/2010/07/18/hujjah-al-qur’an-dan-i’jaz-al-qur’an/ 18 Juli 2010, diakses pada tanggal 3 Desember 2010
Zarqani,
Muhammad. Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III. Mesir: Isa Al-Babi
Al-Himabi, t.t.
Anwar,
Rosihan. 2000. Ilmu Tafsir. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar