EPISTIMOLOGI
ILMU SEYYED HOSSEIN NASR
MAKALAH (Revisi)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam
Dosen
Pengampu : 1. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
2. Asfa Widiyanto, M.A., Ph.D.
Oleh :
Muhammad Solichun
M1.11.015
MAGISTER STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Peradaban
barat telah menimbulkan multi krisis, baik krisis moral, spiritual, dan krisis
kebudayaan yang dimungkinkan lebih disebabkan corak peradaban modern industrial
yang dipercepat oleh globalisasi yang merupakan rangkaian dari kemajuan barat
pasca renaisans. Paham yang serba mendewakan manusia dan kehidupan dunia yang
sifatnya temporal. Hal ini secara faktual telah melahirkan tercerabutnya
kebermaknaan dalam hidup manusia, akibat hilangnya nilai-nilai transendental
agama dari kehidupan manusia.
Hasrat
atau keinginan akan kembali pada nilai eksistensi semakin mendesak bagi manusia
Barat. Hal ini dikarenakan, dunia ilusi yang mereka ciptakan disekelilingnya
untuk melupakan dimensi transenden kehidupan mereka yang hilang, mulai
menunjukan watak yang sesungguhnya. Sehingga segala respon yang terjadi harus
bersumber dari tradisi-tradisi suci (agama) yang otentik. 1 Terbukti bahwa pada saat ini di Barat
sebagaian besar perhatian tertuju kepada
metafisika dan spritualitas Timur, dan orang-orang Eropa maupun di
Amerika rajin mencari buku- buku petunjuk, syair-syair atau musik-musik yang
berhubungan dengan sufisme. Dalam hal ini ada sebuah pernyataan dari Barat yang
menyebut Timur sebagai negeri pagi/negeri matahari terbit. Karena itu para
penulis Barat ketika menceritakan pertemuan mereka dengan Timur, menyebut dunia
Timur secara romantis. 2
Di tengah krisis yang melanda tersebut, hadir
satu sosok pemikir Seyye Hossein Nasr datang memberikan pencerahan dengan hasil
pemikirannya. Pendapatnya krisis-krisis eksistensial ataupun spritual yang
dialami oleh manusia adalah bermula dari pemberontakan manusia modern kepada
Tuhan. Yaitu ketika manusia meninggalkan Tuhan demi mengukuhkan eksistensi
dirinya. Manusia telah bergerak dari pusat eksistensinya sendiri menuju wilayah
pinggiran eksistensi. Se
1 Seyyed
Hossein Nasr, Islam and the Plight of Modern Man, (Chicago: Published by ABC
Internatioan Group, Inc. 1975, h. 71.
2 Negeri pagi
yang sering kali dilukiskan sebagai negeri yang penuh pesona ruhani, untuk
lebih lengkapnya bisa dilihat, Murtada
Muthahari, Manusia Sempurna, (Jakarta: Lentera, 2001), h. 9.
hingga menurut Nasr manusia modern semakin lama
semakin menjauh dari pusat eksistensinya, yaitu manusia sebagai "citra
Tuhan" di pusat dunia. 3
Fenomena ini
tidak saja dialami oleh dunia Barat tapi juga di dunia Timur secara umum dan
dunia Islam secara khususnya juga telah melakukan kesalahan-kesalahan dengan
mengulangi apa yang telah dilakukan Barat. Yaitu menciptakan masyarakat kota
industri dan peradaban modern yang lupa akan tradisi dan pesan-pesan suci dari
Timur, mereka tenggelam dalam masyarakat konsumtif. 4
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk
menguraikan berbagai bentuk pemikiran
Seyyed Hossein Nasr yang berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas agar kita bisa lebih
mendalami pemikirannya.
Seyyed Hossein Nasr yang berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas agar kita bisa lebih
mendalami pemikirannya.
2.
Rumusan Masalah
1. Siapakah Seyyed Hossein Nasr?
2. Apa
pengertian Epistimologi Ilmu?
3. Bagaimana
pemikiran Seyyed Hossein Nasr di dunia keilmuan?
3 Seyyed
Hossein Nasr, Man and Nature: The Spritual Crisis of Modern Man, (Londong:
Mandala Books, 1976), h. 63.
4 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa
Manusia Modern, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983)
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Seyyed
Hossein Nasr
a.
Latar Belakang dan Pendidikan Nasr
Seyyed Hossein
Nasr lahir di kota Teheran, Iran, pada tanggal 7 April 1933. Ayahnya seorang
ulama terkenal di Iran dan juga seorang guru dan dokter pada masa dinasti Qajar
bernama Seyyed Valiullah Nasr.5 Sebutan dengan gelar Seyyed adalah sebutan
kebangsawanaan yang dianugerahkan oleh raja Syah Reza Pahlevi kepada keduanya.
Latar belakang keagamaan keluarga Nasr adalah
penganut aliran Syiah tradisional. 6 Aliran yang memang menjadi aliran teologi
Islam yang banyak dianut oleh penduduk Iran. Dominasi paham Syiah di Iran
bertahan sampai sekarang, walaupun telah terjadi revolusi di sana. Hal ini
disebabkan karena paham Syiah telah lama hidup di sana yang didukung oleh
banyak ulama terkenal dan berpengaruh.
Sebelum
pindah ke Amerika untuk belajar formal ilmu modern pada umur 13 tahun, Nasr
memperoleh pendidikan tradisional di Iran. Pendidikan tradisional ini diperoleh
secara informal dan formal. Pendidikan informalnya dia dapat dari keluarganya,
terutama dari ayahnya. Sedangkan pendidikan tradisional formalnya diperoleh di
madrasah Teheran. Selain itu oleh ayahnya dia juga dikirim untuk belajar di
lembaga atau madrasah pendidikan di Qum yang diasuh Allamah Thabathaba’i untuk
belajar filsafat, teologi dan tasawuf. Ia juga diberi pelajaran tentang hafalan
al-Quran dan pendidikan tentang seni Persia klasik. 7
5 William C.
Chittick,Prefa ce ” dalam The Complete Bibliografi Seyyed Hossein Nasr from
1958 through April 1993, ed. Aminrazavi and Moris (Kuala Lumpur: tp, 1994), h.
xiii.
6 Tradisi yang
dimaksud disini yaitu serangkaian prinsip yang diturunkan dari langit dengan
disertai sebuah manifestasi Ilahiah, dengan disesuaikan pada konteks
kemasyarakatan yang berbeda-beda. Lihat Seyyed Hossein Nasr,Islam and the
Plight Modern Man, (London: Longmans, 1976) Atau dalam edisi terjemahannya,
Islam dan Nestapa Manusia Modern, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983), hal. 79.
7 William C.
Chittick,Prefa ce …, h. xiii.
Obsesi
Valiullah Nasr agar Hossein Nasr menjadi orang yang memperjuangkan kaum
tradisional dan nilai-nilai ketimuran dimulai dengan memasukkkan Hossein Nasr
ke Peddie School di Hightstown, New Jersey lulus pada tahun 1950. Kemudian
melanjutkan ke Massacheusetts Institute of Technology (MIT). Di institusi
pendidikan ini Nasr memperoleh pendidikan tentang ilmu-ilmu fisika dan
matematika teoritis di bawah bimbingan Bertrand Russel yang dikenal sebagai
seorang filosof modern. Nasr banyak memperoleh pengetahuan tentang filsafat
modern.
Selain bertemu
dengan Bertrand Russel, Nasr juga bertemu dengan seorang ahli metafisika
bernama Geogio De Santillana. Dari kedua ini Nasr banyak mendapat informasi dan
pengetahuan tentang filsafat Timur, Khususnya yang berhubungan dengan
metafisika.8 Dia
diperkenalkan dengan tradisi keberagamaan di Timur, misalnya tentang Hinduisme.
Selain itu Nasr juga diperkenalkan dengan pemikiran-pemikiran para peneliti
Timur, diantaranya yang sangat berpengaruh adalah pemikiran Frithjof Schuon
tentang perenialisme. Selain itu juga berkenalan dengan pemikiran Rene Guenon,
A. K. Coomaraswamy, Titus Burchardt, Luis Massignon dan Martin Lings.
Pada tahun 1956
Nasr berhasil meraih gelar Master di MIT dalam bidang geologi yang fokus pada
geofisika.9 Belum
puas dengan hasil karyanya, beliau merencanakan untuk menulis desertasi tentang
sejarah ilmu pengetahuan dengan melanjutkan studinya di Harvard University.
Dalam menyusun disertasinya Nasr dibimbing oleh
George Sarton. Akan tetapi sebelum disertasi ini selesai ditulisnya, George
Sarton meninggal dunia, sehingga Nasr mendapatkan bimbingan berikutnya oleh
tiga orang professor, yaitu Bernard Cohen, Hammilton Gibb dan Harry Wolfson.
Disertasi ini selesai dengan judul “Conceptions of Nature in Islamic Thought”
yang kemudian dipublikasikan oleh Harvard University Press pada tahun 1964
dengan judul “An Introduction to Islamic CosmologicalDoctrines”. Dengan
selesainya
8 Seyyed Hossein Nasr, Islamic Life and
Thought, State University of New York Press, 1981
9 Seyyed Hossein Nasr, Knowledge and The
Sacred, State University of New York Press, 1989
Dengan
selesainya disertasi ini Nasr mendapat gelar Philosophy of Doctor (Ph.D) dalam
usia yang cukup muda yaitu 25 tahun tepatnya pada tahun 1958.
b.
Pengaruh Pemikiran Yang di dapat
Semasa belajar
di Barat Seyyed Hossein Nasr bertemu dengan banyak pemikir Barat yang mengkaji
Islam dari berbagai macam perspektif. Selain ia belajar tentang ilmu sain di
Barat, Nasr juga kemudian tertarik kembali mempelajari ilmu-ilmu metafisika,
khususnya metafisika Timur yang banyak ia dapatkan di perpustakaan-perpustakaan
Barat. Ketertarikannya terhadap disiplin keilmuan ini tidak lepas dari latar
belakang kehidupannya sebagai seorang Iran yang kental dengan budaya mistik
kesufian dan didukung oleh pengetahuan mistis dari ajaran Syiah.
Pemikiran yang sangat mempengaruhi Nasr adalah
pandangan filsafat perennial.10 Diantara para tokohnya yang paling berpengaruh
atasnya adalah Frithjof Schuon seorang perenialis sebagai peletak dasar
pemahaman eksoterik dan esoterik Islam. 11 Nasr sangat memuji karya Schuon yang berjudul
Islam and Perennial Philoshopy. Sehingga Nasr memberikan gelar padanya sebagai
My Master. Salah satu tokoh yang juga banyak mempengaruhi Nasr adalah Rene
Guenon.12 Rene Guenon merupakan salah satu tokoh yang
banyak mempengaruhi orientasi tradisionalisme Nasr, khususnya peletak pandangan
metafisis hermetisme, sebagai bagian yang penting dalam kerangka besar
pemikiran perennial.
10
Filsafat perennial adalah nama lain dari metafisika Islam sebagaimana dipahami
Nasr. Ia juga menyebutnya sebagai ilmu tentang Kenyataan Ultim, yang ada dalam
semua agama atau tradisi spiritual sejak awal sejarah intelektual manusia
hingga kini. Meskipun disebut “filsafat”, warna mistikalnya amat kental.
Tulisan Zainal Abidin Bagir dalam koran Tempo dalam kolom Suplemen Ruang Baca,
tanggal 11 Februari 2003.h ttp : //www.crc s.u g m. a c. id /sta ffile/zab
/filsa fa t_ p eren n ia l_ ke mba li_ ke _ ma sa_ d ep an .h tm
11
Schuon, Frithjof, Islam and the Pernnial Philosophy, World of Islam
Festival Publising tahun 1976.
Frithjof Schuon, Islam dan Filsafat
Perenial, terj. Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1995) (terjemahan bahasa
Indonesia)
12
Pemikir ini banyak memberikan kontribusi mengenai pandangan-pandangan metafisis
dalam filsafat perenial, yang berisi kritik atas filsafat Barat modern. Dan
yang paling urgen adalah dia juga seorang tokoh utama dalam perspektif
tradisional di dunia modern yang banyak berbicara tentang makna tradisi.
2.
Epistimologi
Ilmu dan Pemikiran Seyyed Hossein Nasr
a.
Pengertian Epistimologi Ilmu
“Epistemologi”
secara etimologis berasal dari dua suku kata, yakni: “epistem” (Yunani) yang
berarti pengetahuan atau ilmu (pengetahuan) dan ‘logos’ yang berarti ‘disiplin’
atau teori. Dalam KamusWebst er
disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang
melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu
pengetahuan.” 13
Mengapa
sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana
prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah?
Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian
epistemologi yang sudah disebutkan. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat
pengetahuan yang membahas tentang cara dan alat untuk mengetahui, tulis
Hollingdale. Ia mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai “Teori mengenai
asal usul pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui” 14 Kata-kata “to know” (untuk mengetahui) dan
“means” (alat-alat) menjadi kata kunci dalam poses epistemologis. Bagaimana
kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode (teknik, instrumen dan prosedur)
apa yang kita gunakan untuk mencapai pengetahuan yang bersifat ilmiah? Inilah
inti pembahasan yang menjadi perhatian epistemologi.
Epitemologi atau teori ilmu pengetahuan juga
sering diartikan sebagai cabang filsafat yang mencurahkan perhatian terhadap
dasar, lingkup, dugaan-dugaan serta ketentuan umum yang terandal untuk
mengklaim sebagai ilmu pengetahuan.
b.
Pemikiran Seyyed Hossein Nasr
1.
Sains
Kaum modernis Islam umumnya
mempunyai kecenderungan ingin menunjukkan
13
Webster’s New World Dictionary of the American Language (Cleveland and New
York: The World Publishing Company, 1962). Webster menyebutkan epistemologi
merupakan: “The theory of science that investigate the origins, nature,
methods, and limits of knowledge.”
14
R.J. Hollingdale, Western Philosophy (London: Kahn & Averill, 1993)
hal. 37. Ia menegaskan, epistemologi
merupakan: “The theory of the nature of knowing and the means by which we know.
kesesuaian antara Islam dengan sains
modern. Diantara bukti yang mendukungya adalah kenyataan bahwa sains pernah
berkembang di bumi Islam dan dapat mempertahankan kecemerlangannya selama
hampir lima abad. Maka sering dijumpai kesimpulan kaum modernis bahwa Islam
pasti mendukung sains modern. Argumen kaum Islam modernis ini ditanggapi oleh
para pemikir Islam ortodoks, diantaranya adalah Seyyed Hossein Nasr, seorang
tokoh yang paling berpengaruh di kalangan ini.
Seyyed Hossein Nasr
tidak sepakat dengan argumen umum kaum modernis tentang kesesuaian Islam dengan
sains tersebut. Menurutnya mereka secara sewenang-wenang mengubah agama Islam
agar sesuai dengan tujuan akhir mereka sendiri. Dia dengan keras mencela:
“tulisan-tulisan
apologetik kaum modernis Islam yang ingin berdamai dengan modernisme dan mau
melakukan apa saja untuk menunjukkan bahwa Islam bagaimanapun juga adalah agama
'modern' dan, berbeda dengan Kristen, sama sekali tidak bertentangan dengan
sains. 15
Menurut
Nasr tulisan-tulisan kaum Islam modernis yang mengklaim Islam sesuai dengan
sains modern, yaitu sains yang dianggap dipelopori oleh Galileo dan Newton,
jelas-jelas mengandung cacat. Kesalahan mereka, menurut Nasr, adalah bahwa ilm
dalam bahasa Arab yang berarti menuntut ilmu sesuai dengan kewajiban agama,
sengaja diubah agar menjadi sains dan pengetahuan sekuler. Nasr menganggap
keliru karena term ilm, tidak hanya menyangkut masalah duniawi teapi
juga menyangkut pengetahuan tentang Tuhan, dan lain- lain hal gaib lainnya.
Jika mengikuti pandangan kaum Islam modernis, menurut Nasr, berarti
menggerogoti tauhid. 16
Menurut
Nasr seorang ilmuwan yang secara konsisten menggunakan peralatan dan
teknik-teknik sains modern, jika tidak hati-hati akan menghancurkan struktur
agama Islam. Masalahnya, sains modern hanya mengandalkan akal dan pengamatan
sebagai wasit penentu kebenaran. Bagi ortodoksi Islam, sejenis Nasr, ini sama
sekali tidak dapat diterima. Hal ini sangat berbeda dengan sains zaman dulu.
15 Seyyed Hossein Nasr, Islam and
Contemporary Society (London: Longman Group, 1982), hlm. 176.
16 Ibid.,
hlm. 179
Mengenai sains zaman dulu Nasr mempunyai pendapat yang baik:
tidak pernah
menjadi tantangan bagi Islam seperti halnya sains modern. Para pelajar Islam di
madrasah-madrasah tradisional tidak berhenti melaksanakan shalat waktu mereka
mempelajari aljabar Khayyam atau risalat al-kimia dari Jabir ibn Hayyan. Tidak
seperti pelajar-pelajar zaman sekarang yang begitu banyak kehilangan semangat
beragama mereka setelah mempelajari matematika dan kimia modern. 17
Jika kita ingat perbedaan mendasar kerangka
konseptual sains abad pertengahan dan abad modern, sesungguhnya pemikiran Syyed
Hossein Nasr tersebut tidaklah sulit dipahami. Ilmuwan abad pertengahan, baik
yang Islam maupun Kristen, bekerja dalam batas-batas, paradigma teologis. Sains
harus menemukan perintah ketuhanan dari alam semesta yang ciri-cirinya sudah
ditetapkan oleh apa yang diyakini sebagai wahyu. Secara umum., sains secara
prinsip dipandang sebagai cara untuk menggambarkan kebenaran teologis. Maka
sains, sebagai kaki tangan teologi,
harus membuktikan bahwa iman didukung oleh alasan dan faka-fakta fisik. 18
Sains
modern dalam pandangan Nasr, terutama yang berkembang di Barat, sejak Renaissance
telah menciptakan bentuk dan paradigma baru yang merupakan manifesasi corak
pemikiran rasionalistis dan antroposentris serta sekularisasi kosmos. Ilmu
dalam konsepsi Barat seperti inilah yang disebut oleh Nasr telah menempati mode
khusus, yaitu sama sekali tidak berhubungan dengan Kesucian. 19
2.
Tasawuf
Pemikiran Nasr
bisa dimasukan ke dalam beberapa model berfikir yaitu posmodernis,
neo-modernis, atau neo-sufisme. Dikatakan posmodernis karena ia
banyak mengkritik pemikir- pemikir modernis Islam seperti Abduh, Al-Afgani,
Amir Ali dan Ahmad Khan sebagai pengemban budaya Barat dan
sekulerismenya.
17 G.
Sarton, Introduction to he History of
Science, vol. 1., (New York: Krieger Publishing, 1975), hlm. 5.
18
Seyyed Hossein Nasr, Knowledge and The Sacred (Edinburg: Edinburg
University Press, 1981), hlm. 45-46.
19 Ibid., hlm. 9
.Neo-modernis
karena ia adalah pengkritik Barat dengan segala aspeknya, dan menampilkan
kembali warisan pemikiran Islam sebagai solusi atas modernitas yang dimotori
Barat tersebut. Juga sebagai neo-sufisme dengan bukti sebagai seorang
pemikir sufi yang menerima pluralisme dan perenialisme (kekekalan) sebagai
wujud nyata pemikiran sufinya, disamping sebagai sufi yang sebenarnya yang
selalu menginginkan penggalian yang sedalam-dalamnya atas spiritualitas dan
makna batin Islam.
Nasr salah satu
penyuara anti modernisme Islam yang ada di Barat yang juga seorang ahli sain
modern yang berpendidikan Barat. Dari Timur ia mewarisi akar tradisi mistis
dari Persia sebagai salah satu pusat tradisonalitas Islam, diajari bagaimana
memaknai Islam dari lahir hingga batin berdasarkan akar pemikiran Syi’ah, disisi lain ia juga sorang ahli ilmu
terapan yang dipelajarinya dari Barat modern. Seorang ahli fisika yang kemudian
melintasi sektornya hingga metafisika. Dia termasuk orang yang kecewa dengan
ilmu sain modern yang tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan yang
radikal tentang Wujud Abadi atau Realitas Universal. Hal itu yang membuat
ia menjadi seorang yang anti modernis dengan segala hal yang ada di dalamnya.
Sehingga juga tepat jika ia sebenarnya adalah seorang neo-tradisionalis yang
mencoba mengetengahkan rekonstruksi pemikiran Islam tradisional di tengah dunia
modern ini. 20 Tentunya
dengan sufisme sebagai solusi yang ia berikan sebagai sebuah keilmuan yang
harus dipahami dan menjadi ruh dari keilmuan modern yang lain, agar manusia
modern kembali kepada khittahnya sebagai makhluk Tuhan.
Armahedi Mahzar mengkategorikan model pemikiran Seyyed Hossein
Nasr cenderung masuk dalam kategori
model monadic, yang memandang memandang bahwa agama adalah keseluruhan yang
mengandung semua cabang ilmu dan kebudayaan. Bagi Nasr agama, yang diwakili
oleh Teologi, adalah segala-galanya. Sains dan ilmu-ilmu lain tidak boleh
keluar dari kerangka dan dalam rangka membela teologi. 21
20 Seyyed
Hossein Nasr, Sufi Essays”London George allen and unwin”LTD,Ruskin hous
museumstreet,Tehran:1970
21 Armahedi Mahzar, Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan
Aksi (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 92-99.
3.
Setting Sosial
Politik
Sayyed Hosein nasr memiliki banyak sekali
pemikiran, dengan pemikiran itu di periodisasi menjadi empat priode yaitu
periode 1960-an, 1970-an, 1980-an, dan 90-an. 22
Pada
periode pertama pemikiran Nasr dapat dilihat pada karyanya yang pertama yaitu
tradisionalis yang memaparkan tentang pandangan dari pemikir klasik seperti
Ikhwan al-Shafa, Ibn Sina dan al-Biruni. Three Muslim Sages (1964) yang
memaparkan pemikiran tiga tokoh muslim klasik, yaitu Ibnu Sina dengan filsafat
Paripatetiknya (masysyaiyyah), Suhrawardi dengan filsafat Illuminasionisme
(isyraqiyyah), dan Ibn Arabi dengan pemikiran Irfaniyahnya (ma’rifah). Dan di
akhir 1960-an Nasr melontarkan kritiknya terhadap Barat. Ia mengkritik atas
realitas kemanusiaan modern dalam karyanya Man and Nature: the Spiritual Crisis
of Modern Man (1968) yang berbicara tentang krisis spritual manusia modern
dengan salah satu buktinya yaitu manusia modern telah memperlakukan alam
sekitarnya dengan semena-mena. Hal ini sekaligus peringatan kepada negara
berkembang yang telah terancam modernisasi dan globalisasi.
Pada
periode kedua, kritik Nasr terhadap dunia modern semakin dipertajam dengan menawarkan
alternatif keluar dari krisis modernitas dengan memperkenalkan tasawuf yang merupakan
bentuk kongkrit dari pemikirannya. Hal ini dipaparkannya dalam bukunya
Sufi Essay (1972). Islam and the Plight Modern Man (1976) juga tulisan Nasr
merupakan buku yang propokatif dan penuh keprihatinan yang membicarakan masalah
yang dihadapi oleh para muslim modern, dan priode ini pada tahun (1970-an).
Memasuki
periode ketiga, ia banyak menuangkan gagasannya secara kongkrit sebagai
alternatif hidup di dunia modern. Ia banyak mengkritik para Muslim modernis
yang dinilai sebagai pengemban pemikiran modern Barat yang sekular. Seperti
contoh Muhammad Abduh, Al-Afghani, Amir Ali dan Ahmad Khan. Dan menurut Nasr, selain
mereka itu ada gerakan-gerakan puritanis rasionalistik yang membunuh tasawuf
seperti halnya gerakan Wahabiyah yang dituduh sebagai biang kemunduran umat
Islam. Hal ini dijelaskan dalam bukunya Islamic Life and Thought (1981).
22.
Seyyed Hossein Nasr, Islam antara Cita dan Fakta, terj. Abdurrahaman
Wahid dan Hasyim Wahid,Yogyakarta: Pusaka, 2001
Knowladge and Sacred (1981) merupakan karya
Nasr yang banyak membicarakan epistemologi berpikir Tradisional dalam Islam.
Islamic Art and Sprituality (1987) mengulas keindahan dan kebesaran seni budaya
Persia sebagai seni suci dan seni tradisional, pada priode ini pada tahun
(1980-an).
Periode
terakhir Nasr menggagas tindakan nyata tentang teori-teori dan
pendapatnya dengan lebih fokus mengarahkan pandangan sufistiknya menjadi
praktis dalam kehidupan modern seperti dalam karyanya Religion and Religion:
The Chlallenge of Living in a Multireligious World (1991) yang juga
mengutarakan gagasannya tentang perempuan dan kerukunan antar agama yang
didasarkan pada filsafat perennial, pada priode ini yaitu pada tahun (1990-an)
4.
Karyanya
Seyyed Hossein Nasr dikenal luas sebagai
pengarang sejumlah buku dan artikel yang laris. Lebih dari 50 buku dan 500
artikel yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, beberapa
di antaranya adalah Man and Nature: Spiritual Crisis of Modern Man (Kazi
Publications, 1998), Religion and The Order of Nature (Oxford, 1996), dan
Knowledge and the Sacred (SUNY, 1989).karyanya yang pertama yaitu An
Introduction to Islamic Cosmological Doctrines (1964 )
Karya-karyanya
dalam bahasa Inggris23 :
- An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines (1978) Sebuah Pengantar Doktrin-doktrin kosmologis Islam (1978)
- Living Sufism (1980) Hidup Sufisme (1980)
- Knowledge and the Sacred (1981) Pengetahuan dan Suci (1981)
- Islamic Life and Thought (1981) Islam Hidup dan Pemikiran (1981)
- Islamic Art and Spirituality (1981) Seni dan Spiritualitas Islam (1981)
- Sufi Essays (1991) Sufi Essays (1991)
- The Need for a Sacred Science (1993) Kebutuhan untuk Sains Suci (1993)
- Religion and the Order of Nature (1996) Agama dan Orde Alam (1996)
- Man and Nature: The Spiritual Crisis in Modern Man (1997) Manusia dan Alam: Krisis Spiritual di Modern Man (1997)
- The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition (2007) Taman Kebenaran: Visi dan Janji tasawuf, Mistik Tradisi Islam (2007)
- The Essential Frithjof Schuon: Selected and Edited by Seyyed Hossein Nasr Frithjof Schuon yang Esensial: Dipilih dan Diedit oleh Sayyed Hossein Nasr
- Three Muslim Sages (His first major book which is dedicated to Frithjof Schuon) Tiga Muslim Bijak (buku pertama besar-Nya yang didedikasikan untuk Frithjof Schuon)
Itulah sebagian karya-karyanya, yang sudah
menjadi lalapan bagi para pemikir-pemikir lainnya untuk di jadikan sebuah
perbandingan.
5.
Refleksi
Nasr menggunakan istilah "ilmu pengetahuan Islam" sebagai
sistem ilmu pengetahuan yang secara amat kental disusupi oleh metafisika Islam.
Namun semangat tingginya sebagai seorang tradisionalis menjadikan apa yang ada
dalam sejarah sebagai model ideal bagi "ilmu pengetahuan Islam", yang
baginya masih hidup hingga kini dan mesti dilestarikan.
Pengertian ilmu pengetahuan pada Nasr berbeda amat jauh dengan ilmu pengetahuan sebagaimana yang lazim dipahami kini. Sebagai contoh, ia biasa menggunakan istilah scientia sacra (sacred science, ilmu sakral) untuk menunjukkan bahwa seharusnya aspek kearifan jauh lebih penting dalam ilmu pengetahuan daripada aspek teknologinya, yang menjadi ciri utama ilmu pengetahuan modern. Ia tampaknya secara sengaja bertahan menggunakan kata "ilmu pengetahuan" justru untuk menunjukkan betapa jauhnya ilmu pengetahuan modern kini telah menyimpang dari apa yang sesungguhnya disebut ilmu pengetahuan pada mulanya.
Pengertian ilmu pengetahuan pada Nasr berbeda amat jauh dengan ilmu pengetahuan sebagaimana yang lazim dipahami kini. Sebagai contoh, ia biasa menggunakan istilah scientia sacra (sacred science, ilmu sakral) untuk menunjukkan bahwa seharusnya aspek kearifan jauh lebih penting dalam ilmu pengetahuan daripada aspek teknologinya, yang menjadi ciri utama ilmu pengetahuan modern. Ia tampaknya secara sengaja bertahan menggunakan kata "ilmu pengetahuan" justru untuk menunjukkan betapa jauhnya ilmu pengetahuan modern kini telah menyimpang dari apa yang sesungguhnya disebut ilmu pengetahuan pada mulanya.
Nasr juga kerap
mengkritik keras kaum modernis, yang muncul sejak akhir abad ke-19, yang
berusaha merekonstruksi pemikiran Islam agar sesuai dengan zaman modern.
Menurutnya, kaum modernis itu justru telah mendistorsi tradisi intelektual
Islam, semata-mata agar tampak tak "tertinggal" dibanding
negara-negara Barat, padahal, di balik "kemajuan" dunia modern itu,
ada kemunduran yang amat nyata, terutama dalam bidang spiritual. Distorsi besar
lain adalah penerjemahan kata 'ilm yang khas Islam menjadi science dalam makna modernnya.
Istilah science untuk menyebut ilmu-ilmu eksperimental, dan sebagai pembeda
dari filsafat yang dianggap terlalu spekulatif, baru muncul pada abad ke-19.
Sementara 'ilm, yang mensyaratkan kepastian (certainty), mencakup beragam jenis
ilmu dan beragam metode pencapaiannya.
Sebagai seorang
tradisionalis Nasr memandang perkembangan teknologi modern yang pesat dengan
pesimis. Ia terutama menyoroti kerusakan lingkungan, yang terjadi mengerikan
dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Sumber ini semua adalah teknologi yang
dirancang semata-mata dengan memperhatikan nilai-nilai dunia modern - seperti
efisiensi, efektivitas, nilai ekonomis - tanpa memperhatikan kebutuhan manusia,
jasmaniah maupun ruhaniah, dan tanpa memperhatikan hubungan ruhaniah antara manusia
dengan bumi dan makhluk-makhluk lainnya.
Dalam karyanya
yang lebih belakangan, seperti Knowledge and The Sacred (Pengetahuan dan yang
Sakral) terbit tahun 1989 dan The Need for Sacred Science (Kebutuhan akan Ilmu
Pengetahuan Sakral) terbit tahun 1993, selalu muncul kembali tema
keprihatinannya terhadap kenyataan betapa sulitnya manusia modern mengapresiasi
hal-hal yang sakral (the sacred). Dalam semua hal di atas - baik kritiknya
terhadap kemodernan maupun mistisisme sebagai jalan keluarnya - Nasr amat
dipengaruhi dua tokoh terbesar filsafat perenial di zaman ini, yaitu Rene
Guenon dan Frithjof Schuon.
Dalam membicarakan
sejarah ilmu pengetahuan Islam, kecenderungan mistis ini juga tampak amat kuat.
Nasr memandang bahwa ada satu semangat yang selalu hadir dalam perkembangan
beragam cabang ilmu pengetahuan dalam Islam, yaitu keyakinan pada tauhid
(khususnya dalam penafsiran mistisnya). Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini
di dunia Islam boleh dikatakan mundur dengan ukuran apa pun, tetapi sebagai gagasan
ilmu pengetahuan Islam selalu hidup, dan inilah yang tampaknya diharapkan
kebangkitannya oleh Nasr.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Sayyed
Hossein Nasr dilahirkan di Teheran, Iran, 7 April 1933, dari keluarga
terpelajar. Ayahnya bernama Sayyed Waliyullah Nasr adalah dokter dan pendidik
pada dinasti Qajar, Seyyed Hossein Nasr merupakan salah satu ilmuwan terkemuka
dunia dalam bidang ilmu pengetahuan Islam dan spiritualitas. Ia adalah tokoh
intelektual yang sangat dihormati, baik di Barat maupun dunia Islam. Ia juga
dikenal luas sebagai pengarang.
Epitemologi atau teori ilmu
pengetahuan juga sering diartikan sebagai cabang filsafat yang mencurahkan
perhatian terhadap dasar, lingkup, dugaan-dugaan serta ketentuan umum yang
terandal untuk mengklaim sebagai ilmu pengetahuan.
Pemikiran
Nasr tentang sains adalah sains yang berkembang di Negara barat saat ini sudah
sangat menyimpang, maka beliau mempopulerkan sains Islam, Al “ilm tidak hanya
diartikan kepada iptek dan duniawi saja, melainkan lebih luas lagi termasuk
pengetahuan tentang Tuhan dan hal-hal yang Ghaib. Sayyed Hosein nasr memiliki
banyak sekali pemikiran dengan pemikiran itu di prieditasi menjadi empat
priode yaitu periode 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an.
Pemikiran Tasawuf Nasr bisa dimasukan ke dalam
beberapa model berfikir yaitu posmodernis, neo-modernis, atau neo-sufisme.
B.
SARAN
Umat Islam dan generasi muda pada khususnya di
imbau untuk menguasai sains tetapi harus dilandasi dengan tauhid yang kuat,
agar sains yang dimilikinya tidak menyimpang dan menjadikan dirinya melalaikan
hakikat kehambaannya kepada Tuhan dan melakukan pembaharuan dalam dunia
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nasr, Seyyed
Hossein, Islam and the Plight of Modern Man, (Chicago: Published by ABC
Internatioan Group, Inc. 1975, h. 71.
Nasr, Seyyed
Hossein, Man and Nature: The Spritual Crisis of Modern Man, (Londong:
Mandala Books, 1976), h. 63.
Nasr, Seyyed
Hossein, Islamic Life and Thought, State University of New York Press,
1981
Nasr, Seyyed Hossein, Knowledge and The
Sacred, State University of New York Press, 1989
Nasr,sayyed hossein, Sufi Essays”London
George allen and unwin”LTD,Ruskin hous museumstreet,Tehran:1970
Nasr,sayyed
hossein, Islam and Contemporary Society (London: Longman Group,
1982), hlm. 176.
Seyyed Hossein
Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, (Bandung: Penerbit Pustaka,
1983)
Seyyed
Hossein Nasr, Islam antara Cita dan Fakta, terj. Abdurrahaman Wahid dan
Hasyim Wahid,Yogyakarta: Pusaka, 2001
Murtadha Muthahhari,
Manusia Sempurna, (Jakarta: Lentera, 2001), h. 9.
William C. Chittick, The Complete
Bibliografi Seyyed Hossein Nasr from 1958 through April 1993, ed.
Aminrazavi and Moris (Kuala Lumpur: tp, 1994), h. xiii.
Schuon,
Frithjof, Islam and the Pernnial Philosophy, World of Islam Festival
Publising tahun 1976.
Frithjof
Schuon, Islam dan Filsafat Perenial, terj. Rahmani Astuti (Bandung:
Mizan, 1995) (terjemahan bahasa Indonesia)
Armahedi
Mahzar, Integrasi Ilmu dan Agama
Interpretasi dan Aksi (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 92-99.
http://ar.wikipedia.org/wiki/sayeed hossein nasr
Webster’s,
New World Dictionary of the American Language (Cleveland and New York:
The World Publishing Company, 1962).
R.J.
Hollingdale, Western Philosophy (London: Kahn & Averill, 1993) hal.
37.
G.
Sarton, Introduction to he History of
Science, vol. 1., (New York: Krieger Publishing, 1975), hlm. 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar