NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM
MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM
2007
KATA PENGANTAR
Pemberlakuan UU Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah
No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
Sebelumnya,
pengembangan kurikulum dilakukan pemerintah pusat, yaitu Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh
satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan
berkenaan dengan
pelaksanaannya. Hal ini karena
penyusunan kurikulum satuan pendidikan (sekolah)
seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan
yang ada.
Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan
(KTSP) mengacu
pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan
penilaian
pendidikan.
Salah
satu
dari
kedelapan standar nasional
pendidikan tersebut, yakni standar isi (SI) merupakan acuan utama bagi
satuan
pendidikan
dalam
mengembangkan kurikulum disamping standar kompetensi lulusan (SKL). Standar
isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Pengembangan kurikulum telah dilakukan
oleh sebagian satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu
pada standar isi. Sebagai acuan, standar
isi ini
masih
perlu
ditelaah.
Penelaahan
dimaksudkan untuk memperoleh informasi
tentang ada-tidaknya rumusan
pada standar isi yang menimbulkan permasalahan bila digunakan untuk mengembangkan kurikulum.
Penelaahan
terhadap naskah kurikulum dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan
keterlaksanaannya.
Salah satu hasil kajian
tersebut adalah Naskah Akademik
Kebijakan
Kurikulum
Pendidikan Agama. Hasil kajian ini memberikan
gambaran tentang muatan
naskah standar isi dan kurikulum sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih lanjut.
Pusat Kurikulum
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada banyak pakar yang berasal dari berbagai Perguruan
Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala sekolah, pengawas, guru,
dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan
dan kerja sama yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
Kepala Pusat Kurikulum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas,
Diah Harianti
ABSTRAK
Untuk menjawab
tantangan
perkembangan
di
masa
depan,
Pusat
Kurikulum
menyelenggarakan kegiatan kajian terhadap kebijakan
kurikulum dan standar
isi satuan pendidikan dan mata
pelajaran
pendidikan
agama.
Berbagai
data
dan
informasi telah diperoleh selama rangkaian kegiatan
ini dan dianalisis kemudian
disusun dalam bentuk naskah akademik.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka
penyempurnaan
naskah
akademik
kajian
standar isi dan implementasi pendidikan agama (Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, dan Buddha) pendidikan dasar dan
menengah.
Ruang lingkup
kajian ini mencakup
standar isi dan implementasi mata pelajaran
Agama (Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha) SD/MI, SMP/MTs
dan
SMA/MA. Kajian ini dilakukan
bersama
Departemen
Agama
RI
dan
Lembaga-
lembaga Agama terkait, dan menggunakan metode kajian literatur,
diskusi bersama ahli dan
praktisi pendidikan agama jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Dari hasil kajian tersebut diperoleh masukan sebagai berikut:
• Pendidikan Agama harus memperhatikan dan mengedepankan pendidikan akhlak mulia;
• Perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi serta
munculnya era globalisasi harus disikapi secara positif
dan proporsional;
• Pendidikan Agama harus konsisten dan tetap menjadi parameter perkembangan yang ada (politik, sosial,
budaya, dan lainnya).
Dengan demikian
kurikulum pendidikan agama perlu dirancang
sedini mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan agama secara nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pengkajian dan penyempurnaan Pendidikan Agama harus dilakukan
bersifat integral, holistik,
sistematik, dan komprehensif.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar
Isi
BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar
Belakang
B. Rasional
C. Tujuan dan Hakekat Pendidikan Agama
D. Ruang
lingkup
E. Landasan Yuridis
F. Tujuan Kajian
BAB II.
KAJIAN TEORITIS
A. Perubahan Masyarakat
B. Pengertian
Kurikulum
C. Prinsip Pengembangan Kurikulum
D. Prinsip
Pelaksanaan Kurikulum
BAB III. TEMUAN KAJIAN A. Kajian Dokumen
B. Kajian Lapangan
C. Pembahasan
Kajian
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah
jika dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama Negara
anggota ASEAN. Salah satu
faktor
utama rendahnya kualitas sumber
daya
manusia Indonesia ini terutama yang berhubungan dengan dunia pendidikan nasional. Program pendidikan yang dirancang sebelumnya belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa
kini maupun di masa depan.
Dalam memenuhi
harapan
dan
tantangan
di
masa depan, pendidikan merupakan
sesuatu yang sangat berharga dan dibutuhkan. Pendidikan di masa depan begitu penting dan memainkan peranan yang sangat fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan
negara
dapat
diraih.
Bagi
masyarakat
suatu
bangsa,
pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar dan menentukan
masa depannya.
Menghadapi masa
depan
yang
sudah
pasti diisi dengan arus globalisasi
dan
keterbukaan serta kemajuan
dunia
informasi
dan
komunikasi, pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap berbagai
tantangan
dan
permasalahan yang lebih kompleks daripada masa sekarang atau sebelumnya. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan
generasi atau sumber daya manusia yang memiliki
keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus
informasi dan kemajuan alat
komunikasi yang luar biasa.
Dalam membangun
pendidikan di masa depan perlu
dirancang sistem pendidikan yang dapat menjawab harapan
dan tantangan terhadap
perubahan-perubahan yang
terjadi. Sistem pendidikan yang dibangun
tersebut
perlu
berkesinambungan
dari
pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Salah
satu dimensi yang tidak
bisa dipisahkan dari pembangunan dunia
pendidikan nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum.
Kurikulum merupakan
jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di mnasa depan
perlu dirancang dan disempurnakan
sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional dan sekaligus meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu penddikan yang tinggi diperlukan untuk
menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,
demokratis, dan mampu bersaing sehingga diharapkan dapat meningkan kesejahteraan semua warga
negara Indonesia.
Kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan tidak hanya bertumpu pada sumber
daya alam dan modal yang bersifat
fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus
memmutakhirkan pengetahuan menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak
cukup
bila diukur
dengan standar lokal saja, sebab
perubahan global telah
sangat besar mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu
bangsa. Terlebih lagi,
industri baru dikembangkan
dengan berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil
adalah bangsa yang berpendidikan
dengan standar mutu yang tinggi. Dengan demikian,
fungsi
pendidikan
sebagai
hak asasi manusia
yang
mendasar, modal
ekonomi, sosial dan politik; alat pemberdayaan kelompok masyarakat yang kurang
beruntung, landasan budaya damai, dan sebagai
jalan
menuju
mayarakat belajar sepanjang hayat,
sesungguhnya
merupakan langkah penting bagi
pembangunan
kualitas sebuah bangsa yang berbudaya dan berkarakter.
Agar lulusan
pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, maka kurikulum
di masa depan perlu
dirancang sejak sedini
mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai
perkembangan informasi, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dengan
cara
seperti
ini
lembaga pendidikan Indonesia tidak
akan
kehilangan
relevansi program
pembelajarannya terhadap kepentingan
peserta didik.
Untuk menjawab
persoalan
sebagaimana dikemukakan di atas, Pusat
Kurikulum
melakukan upaya dengan
menyelenggarakan kegiatan kajian, terutama kajian terhadap Standar Isi yang
tertuang di dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006.
B.
Rasional.
Pendidkan agama di sekolah seharusnya memberikan
warna bagi lulusan pendidikan,
khususnya dalam merespon segala tuntutan perubahan
yang ada di Indonesia. Hingga kini pendidikan agama dipandang sebagai
acuan nilai-nilai keadilan dan kebenaran,
tetapi dalam kenyataannya dipandang
hanya sebagai pelengkap. Dengan demikian,
terjadi kesenjangan antara
harapan
dan
kenyataan. Akibatnya, peranan
serta efektivitas pendidikan agama di sekolah
sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat
dipertanyakan.
Dengan
asumsi jika pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakatpun akan lebih baik.
Kenyataannya, seolah-olah pendidikan agama dianggap kurang memberikan kontribusi ke arah
perbaikan kondisi masyarakart. Setelah
ditelusuri,
pendidikan
agama menghadapi beberapa kendala,
antara lain; waktu yang disediakan hanya dua jam pelajaran dengan muatan materi yang begitu padat
dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya.
Memang tidak adil menimpakan
tanggung jawab atas munculnya
kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan
agama di sekolah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan
watak dan kepribadian siswa. Apalagi
dalam pelaksanaan pendidikan agama tersebut masih terdapat
kelemahan-kelemahan yang mendorong
dilakukannya penyempurnaan
terus menerus.
Kelemahan
lain,
materi pendidikan agama, termasuk bahan ajar akhlak atau budi pekerti,
lebih terfokus pada pengayaan
pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik).
Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata
pelajaran
lain
dalam
memberi motivasi kepada peserta
didik untuk mempraktekkan nilai-nilai pendidikan
agama dalam kehidupan
sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan
pendekatan dan metode yang lebih variatif,
minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan,
serta rendahnya peran serta orang tua siswa.
C.
Tujuan dan Hakekat Pendidikan Agama
1. Tujuan
pendidikan agama
Pada dasarnya
pendidikan agama bertujuan mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikan ini kemudian dirumuskan secara khusus oleh masing-masing
agama.
2. Hakekat
pendidikan agama
Pendidiakan Agama merupakan
rumpun mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk memperteguh
iman dan takwa kepada
Tuhan Yang maha
Esa,
serta
berakhlak
mulia/budi
pekerti
luhur
dan
menghormati
penganut agama lain.
Hakekat pendidikan ini kemudian dirumuskan secara khusus oleh masing-masing agama.
D. Ruang
Lingkup.
Kajian ini mencakup lingkup rumpun pelajaran:
• Pendidikan Agama Islam, yang terdiri dari aspek: Al Quran; Keimanan/Aqidah; Akhlah Mulia; Fiqih
Ibadah/Muamalah; dan Tarikh Islam.
• Pendidikan Agama Kristen, yang
terdiri dari aspek: Allah dan
Karya-Nya;
dan Nilai-nilai Kristiani.
• Pendidikan
Agama
Katolik yang terdiri dari aspek: Pribadi dan Lingkungan; Yesus Kristus dan
Kabar baik-Nya; Arti dan makna Gereja; Hidup bermasyarakat.
• Pendidikan Agama Hindu yang terdiri
dari aspek: Sradha; Kepemimpinan;
Budaya; susila; Kitab suci; Orang
suci; Alam semesta; Tempat suci; Hari
suci; Sejarah Agama Hindu;
dan Yadwya.
• Pendidikan Agama Buddha yang terdiri
dari aspek: Saddha (Keyakinan); Sila, Samadhi,
dan Panna; Tipitaka/Tripitaka; dan Sejarah.
• Pendidikan Agama Khonghucu. E. Landasan Yuridis
Landasan berlakunya kurikulum tingkat
satuan pendidikan sebagi berikut:
a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
(SNP)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
c. Peraturan Mendiknas Nomor
22 Tahun 2006 tentang Standar isi
d. Peraturan Mendiknas Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan e. Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Permendiknas
Nomor 22 dan 23 Tahun 2006
f. Peraturan
Mendiknas Nomor
6 Tahun 2007
tentang Perubahan Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006.
g. Surat Edaran Mendiknas Nomor 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
F. Tujuan Kajian.
Kajian ini bertujuan untuk:
• Melakukan telaah kritis terhadap dokumen standar isi yang meliputi standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan standar kompetensi lulusan.
• Kajian terhadap
implementasi standar isi
dijaring melalui pengalaman guru.
• Menyusun rekomendasi perbaikan dan penyempurnaan terhadap dokumen
dan implemantasinya baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
BAB II.
KAJIAN TEORITIS
A. Perubahan Masyarakat.
Abad
baru yang sering
kali juga disebut
abad globalisasi yang memiliki beberapa kecenderungan yang,
terutama bagi dunia pendidikan agama di Indonesia, sekaligus menjadi tantangan. Pertama, menguatnya hasrat untuk kembali kepada ajaran agama
sekalipun perwujudannya kadangkala baru sebatas simbol. Tantangannya bagi pendidikan agama adalah bagaimana menyambut kecenderungan ini sehingga ajaran agama yang hakiki dapat dipahami dan diamalkan. Kedua, berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang
teknologi informasi. Kecenderungan ini menjadikan perananan tradisional guru sebagai tranformer ilmu pengetahuan kurang relevan
karena dalam situasi
tertentu peserta
didik bisa jadi pengetahuannya
melebihi guru karena kemudahan mengakses
sumber-sumber
ilmu
pengetahuan
melalui media internet.
Ketiga,
tanggalnya
batas-batas
negara
dan
budaya
tetapi
sebalikknya tumbuh dan bangkit
kelompok-kelompok yanng
berdasarkan suku ras dan agama.
Tantangan
bagi
pendidikan agama adalah
bagaimana menjadikan
meleburnya masyarakat dunia itu tidak menggoyahkan dan mencabut
nilai-nilai luhur yang diyakini
kebenarannya
oleh
masyarakat.
Keempat,
semangat dan praktek kompetensi akan mendominasi masyarkat sehingga prinsip “bangkit dari
ketertinggalan” akan menjadi
jiwa dan nafas masyarakat bangsa
(Zamroni, 1997). Tantangannya bagi pendidikan agama adalah
bagaimana mendorong peserta
didik untuk menjadi orang yang memiliki
kompetensi sesuai
pendidikan yang ditempuhnya.
Pendidikan agama adalah pendidikan yang kompleks karena menyentuh
keseluruhan ranah pendidikan. Pendidikan gama tidak saja menyampaikan materi pengetahuan agama kepada peserta didik tetapi juga harus membimbing mereka untuk berperilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai
yang diajarkan agama. Oleh karena itu konsep
pendidikan agama yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan tersebut adalah sistem pendidikan yang holistik, konprehensif, dan integral. Sudah saatnya untuk mengubah paradigma
pendidikan agama yang diajarkan
kepada peserta didik, yaitu mengedepankan
nilai-nilai
akhlakul
karimah sebagai perilaku dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik bukan hanya dituntut untuk mengetahui
dan menghapal, akan tetapi juga mampu mengimplementasikannya dalam tindakan nyata sehari-hari (Mukhtar, 2003).
Kurikulum agama
merupakan pemandu
utama bagi penyelenggaraan pendidikan secara formal,
yang menjadi pedoman
bagi setiap guru, kepala sekolah dan kerangka (framework) pendidikan dalam pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Lebih dari itu, kurikulum merupakan pengejawantahan dari tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Kerena itu,
kurikulum
memuat
jumlah
mata
pelajaran, garis pokok pengajaran, dan
jumlah
jam
belajar
masing-masing
mata pelajaran dalam satu minggu, selama satu tahun ajaran pada jenjang pendidikan tertentu
(Azyumardi Azra, Strategi Pengembangan Kurikulum (2003).
B.
Pengertian Kurikulum.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of
knowledge), sebagai
sistem
(curriculum as a system) dan
sebagai
rencana
(curriculum as a plan). Kurikulum
sebagai ilmu dikaji konsep, landasan,
asumsi, teori, model, praksis,
prinsip-prinsip dasar
tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan
kurikulum
dalam
hubungannya dengan sistem dan
bidang-bidang lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum berbagai jalur,
jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum,
dan sebagainya. Kurikulum
sebagai rencana tercakup macam-macam rencana
dan rancangan atau desain kurikulum. Kurikulum sebagai
rencana ada yang bersifat menyeluruh
untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
dan
ada
pula
yang
khusus
untuk
jalur,
jenjang,
dan
jenis
pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat strategis
karena merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum
sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran memberikan makna
bahwa
di
dalam kurikulum terdapat
panduan interaksi antara guru dan peserta didik.
Dengan demikian, kurikulum berfungsi
sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan di sekolah untuk memberdayakan
potensi peserta didik.
Permasalahannya sekarang, bagaimana mensiasati kurikulum dan silabus
mata pelajaran agama yang pada satu sisi – seperti dikeluhkan banyak guru dan orang tua peserta didik – dirasakan terlalu sedikit waktu atau jam pembelajarannya sementara pada sisi yang
lain
teramat banyak atau berat
tuntutan
yang
dibebankan
pada
pendidikan agama, maka mutlak diperlukan rancng-bangun
kurikulum pendidikan agama yang pada satu sisi harus rela menyesuaikan dengan waktu jam pembelajaran yang tersedia; sementara pada sisi yang
lain
harus
pula
mampu memberikan pendidikan agama dan bahkan keagamaan yang relatif
menyeluruh (komprehensip) dan bahkan utuh (holistik).
Kurikulum pendidikan agama yang bersifat utuh dan menyeluruh
inilah seyogyanya dirancang bangun oleh ahli-ahli
pendidikan kita dan terutama para pendidiknya. Ciri- ciri
kurikulum pendidikan agama yang utuh dan menyeluruh itu seharusnya sebagai bahan yang layak didiskusikan. Sedikitnya kurikulum pendidikan
agama memiliki beberapa ciri utama sebagai berikut:
1. Kurikulum pendidikan agama yang memuat semua aspek agama yang hendak diajarkan oleh guru
pendidikan agama; kesemua aspek
itu dididikkan dengan mengacu
kepada kitab suci.
2. Kurikulum pendidikan agama yang memadukan semua aspek ajaran agamanya
yang hendak diajarkan oleh guru pendidik agama itu sebagai satu-kesatuan yang
tidak dapat dipisah-pisahkan apalagi
dipertentangkan
antara
aspek
yang
satu
dengan atau dari aspek yang lain;
3. Kurikulum pendidikan agama yang mampu mengintegrasikan ilmu/nilai agama
itu sendiri dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain (misal: Sain, Bahasa, Ilmu
Pengetahuan Sosial, dan lain-lain), yang paling sedikit dianggap sama
kepentingan dan kegunaannya bagi hidup dan kehidupan
bangsa Indonesia dan bahkan umat manusia pada umumnya.
Rancang bangun
kurikulum
yang
bersifat
utuh
dan
menyeluruh
secara
internal
maupun eksternal, ini memang tidak
dapat dikatakan pekerjaan mudah, tetapi juga tidak beralasan apabila dinyatakan sebagai suatu pekerjaan
yang
sulit apalagi mustahil. Kurikulum masa depan
yang demikian bisa saja dirancang/ bangun, asal saja dikerjakan
oleh pihak yang benar-benar ahli dan berkemauan untuk membentuk kurikulum pendidikan agama sebagai mana yang diharapkan. Demikian pula dengan
ihwal para guru/pendidiknya dilapangan
yang juga harus benar-benar ahli atau
mumpuni baik teori maupun praktek.
C.
Prinsip Pengembangan Kurikulum.
Pengembangan
kurikulum di tanah air cenderung kepada pendekatan
kompetensi dasar. Sedikitnya ada tiga pendekatan pengembangan kurikulum yang dianut berbagai
negara di dunia.
Pertama
pendekatan materi (content based approach)
yang
menekankan pada materi mata pelajaran, yaitu siswa cenderung pada penguasaan sederet ruang lingkup
materi atau memiliki banyak
pengetahuan. Ini terjadi pada
kurikulum sebelumnya di Indonesia. Kedua, pendekatan kemampuan dasar (competence
based approach)
yang menekankan pada pengembangan keterampilan
dasar (basic skills) mata pelajaran. Di dalam agama adalah
konsep-konsep dasar agama, yang kemudian konsep
dasar ini dikembangkan sendiri oleh peserta
didik. Ketiga, antara ke dua
pendekatan
di
atas
atau
gabungan
dari
keduanya,
yaitu
pendekatan materi dan kompetensi. Barangkali pendekatan ke tiga ini yang dianut
oleh kurikulum di Indonesia. Indikasinya dapat dilihat pada dokumen silabus yang kini sedang dikembangkan satuan pendidikan dengan mencantumkan kolom
materi.
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan
jenjang pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan
dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat
oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip
berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan
berdasarkan
prinsip bahwa peserta
didik
memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
b. Beragam dan
terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik,
kondisi
daerah,
dan
jenjang serta
jenis
pendidikan, tanpa membedakan
agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta
disusun
dalam
keterkaitan dan kesinambungan yang
bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas
dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena
itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia
kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,
bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan
peserta
didik
yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara
unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi
dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional
dan
kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan
nasional dan kepentingan daerah
harus saling mengisi
dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka
Tunggal Ika dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D.
Prinsip
Pelaksanaan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum di
setiap satuan pendidikan menggunakan
prinsip- prinsip sebagai berikut.
Pelaksanaan kurikulum didasarkan
pada potensi, perkembangan dan kondisi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
1. Kurikulum
dilaksanakan
dengan
menegakkan kelima pilar belajar,
yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk
memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang
lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri,
melalui proses pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
2. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik
mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai
dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik
yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
3.
Kurikulum dilaksanakan dalam suasana
hubungan
peserta
didik
dan
pendidik
yang saling menerima
dan menghargai, akrab, terbuka, dan
hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia
mangun
karsa,
ing
ngarsa
sung
tulada
(di
belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat
dan prakarsa, di depan memberikan
contoh dan teladan).
4.
Kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar
dan
teknologi
yang memadai,
dan
memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai
sumber belajar, dengan prinsip
alam takambang jadi guru
(semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan
sekitar serta lingkungan alam semesta
dijadikan
sumber belajar, contoh dan
teladan).
5. Kurikulum
dilaksanakan
dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan
daerah
untuk
keberhasilan pendidikan dengan
muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
6.
Kurikulum
yang
mencakup
seluruh
komponen
kompetensi mata
pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan
diri
diselenggarakan
dalam
keseimbangan,
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta
jenjang pendidikan.
BAB III.
TEMUAN KAJIAN
A. Kajian
Dokumen
Dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi, maka
pendidikan akan semakin
dihadapkan
terhadap
berbagai
tantangan dan permasalahan yang lebih kompleks daripada masa sekarang
atau sebelumnya. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan
generasi atau sumber daya manusia
yang
memiliki
keunggulan pada era
globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat
komunikasi yang luar biasa.
Selain itu, setelah
kebijakan
pemerintah
tentang
kurikulum
tingkat
satuan
pendidikan di sosialisasikan, ada beberapa
hal perlu dibenahi
dan disempurnakan guna tercapai
tujuan peningkatan mutu pendidikan. Di antaranya adalah dalam
memahami dokumen dan pelaksanaannya . Pada tahun 2006 pemerintah pusat melakukan sosialisasi kurikulum tingkat satuan pendidikan ke tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia, dengan harapan pemerintah provinsi kemudian melakukan
hal
sama ke tingkat
Kabupaten/Kota,
dan
selanjutnya
kabupaten/kota melanjutkan
ke
tingkat
satuan
pendidikan
di
masing-masing
daerah. Harapan ini memang telah berlangsung, namun terjadi ada distorsi dalam pemahaman terhadap
konsep, walaupun tidak besar.
Setelah pemerintah
pusat
melakukan sosialisasi KTSP dan melakukan kajian bersama ahli dan praktisi
diperoleh informasi bahwa sebagian
guru pendidikan agama ada yang
belum
mendapatkan
pelatihan dan
menerima dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .
• Belum semua guru pendidikan agama memahami isi dokumen Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (dokumen 1 dan 2).
• Belum semua
guru
mampu melakukan analisis materi
pembelajaran dan bagaimana mengembangkan materi dan nilai-nilainya secara vertikal maupun horizontal, termasuk juga kemampuan mengintegrasikannya
dengan
mata pelajaran lain.
• Sebagian sekolah mengalami kesulitan merumuskan
latar belakang
masalah, visi, misi,
dan tujuan dalam penyusunan KTSP
Antara visi, misi, tujuan,
dan program yang ada belum menunjukkan adanya keterkaitan.
Permasalahan umum
yang
berkaitan
dengan Standar Kompetensi (SK)
dan
Kompetensi Dasar
(KD) diperoleh informasi sebagai berikut:
• Sebagian
guru pendidikan agama belum memahami metode pencapaian SK
dan KD yang seharusnya dikembangkan
di
dalam
silabus.
Bagi
sekolah
kategori baik, seharusnya materi
standar yang terdapat di standar
isi
dikembangkan lebih dalam
dan
meluas sesuai dengan tingkat
kemajuan
sekolahnya.
• Pemahaman guru dan tenaga kependidikan terhadap pengembangan kurikulum termasuk tingkat
gradasi materi atau keilmuannya
belum memadai.
B. Kajian Lapangan
Berdasarkan kajian
lapangan
dan
pengamatan
guru-guru
pendidikan
agama
terhadap naskah silabus yang disusun satuan pendidikan,
diperoleh
informasi
antara lain sebagai berikut:
1. Isi silabus
yang disusun guru belum menggambarkan pengembangan materi atau kompetensi yang seharusnya menjadi ciri dan potensi
masing-masing sekolah, akan tetapi dikembangkan masih sebatas
pada standar isi tanpa ada pengembangannya,
sehingga
bagi sekolah yang mutunya kategori baik muncul pandangan
terjadinya pendangkalan terhadap materi.
2.
Pemahaman
sebagian
tenaga
pendidik
dalam
menyusun dan merumuskan
perencanaan pembelajaran perlu mendapat perhatian
pembina pemerintah setempat. Diperoleh
informasi
bahwa banyak guru yang
belum mengikuti
sertifikasi atau belum memiliki
kompetensi memadai.
3. Pengetahuan dasar agama peserta
didik sangat beragam. Diperoleh informasi,
bahwa ada
sebagian peserta didik belum memiliki
bekal
agama
yang
memadai.
4.
Minimnya sarana dan prasarana pembelajaran pendidikan agama, misalnya alat peraga, termasuk
tempat ibadah, terutama pada Sekolah Dasar..
5.
Sejak tahun
2006, pemerintah
pusat telah melakukan
sosialisasi kurikulum tingkat satuan pendidikandilakukan Minimnya sosialisasi tentang penerapan kurikulum
6. Kurangnya
perangkat
administrasi,
misalnya buku absen, dan buku daftar
nilai.
C. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan.
Kajian pada uraian di atas menuntun ke arah identifikasi alasan pengembangan kurikulum pendidikan
agama menyelaraskan
pada
perkembangan
masyarakat
melalui kajian konprehensif dan holistik. Alasan-alasan yang dapat diidentifikasi adalah antara lain:
1.
Perubahan dan tuntutan masyarkat seiring dengan reformasi dan semangat
demokrasi, keterbukaan, globalisasi
menuntut reorientasi pendekatan dan
pengkajian ulang serta reinterpretasi berbagai
materi dan nilai-nilai agama.
Selain itu, semakin kuat tuntutan dari kalangan masyarakat agar pendidikan
agama, khususnya akhlakul karimah
diintegrasikan ke dalam kurikulum.
2.
Kurikulum pendidikan agama dapat
mendorong pada pemahaman yang lebih
universal dan
saling menghargai yang didasarkan pada nilai-nilai
fitrah
kemanusiaan dan hukum yang berlaku
terhadap perbedaan-perbedaan.
3.
Sebenarnya ada unsur psikologis, antropologis, dan sosiologis memungkinkan untuk memudahkan peserta
didik
untuk
memahami materi
pelajaran
dan
mengapresiasi potensinya.
4. Kurikulum mendatang hendaknya lebih mengedepankan pendekatan kompetensi (competence based approach) yang mengarah kepada
pengembangan kemampuan dasar peserta
didik. Setiap peseta
didik yang memiliki kemampuan memahami materi
pelajaran memungkinkannya berani mengungkapkan
dan mengembangkan kemampuannya.
5. Aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik merupakan ranah yang diharapkan dikembangkan dalam
pembelajaran di kelas untuk
sebagian
besar
mata pelajaran.
6. Aspek psikomotorik sebagai gambaran riil yang langsung teramati
merupakan hal yang akan membekas dan lama diingat oleh peserta didik
itu sendiri.
7.
Nilai-nilai universal dalam pendidikan agama memungkinkan peserta
didik berkembang secara bebas dan tidak terkait
atau terkungkung dalam fanatisme
sempit.
8. Pelajaran agama merupakan salah satu sarana untuk menjadikan peserta didik
semakin beriman dan
bertakwa. Aspek iman dalam
pelajaran agama
seharusnya menonjol
dalam
setiap
aspek
yang
diajarkan
dalam
pelajaran agama.
BAB IV.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan.
1. Konsep
dan sistem pendidikan agama ke depan harus dikaji dan dirancang
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, sosial dan budaya bangsa serta menyesuaikan
dengan perkembangan dan kemajuan globalisasi.
2. Implementasi pendidikan agama pada masa
depan menekankan pada :
• Pengembangan
materi dan pembelajaran yang bersifat utuh ( holistik )
• Mengedepankan nilai-nilai universal
• Terintegrasi dengan ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya
• Memperhatikan
keragaman nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia
• Implementasi pendidikan agama menjadi
tanggung jawab semua pihak ( Dinas Pendidikan, Departemen Agama, Pengawas,
Kepala Sekolah, Semua
Guru Mata Pelajaran, Komite Sekolah,Yayasan Pengelola Pendidikan,
orang tua peserta didik dan
masyarakat. )
• Implementasi
pendidikan agam mengedepankan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
• Pembelajaran pendidikan agama mengedepankan persamaan dan menghargai
perbedaan.
• Dalam setiap
satuan jenjang pendidikan, mengedepankan
kehidupan beragama ( religius ).
B. Rekomendasi
1.
Untuk program
jangka pendek tahun 2008/2009
perlu dilakukan kaji ulang
terhadap standar Isi, standar kompetensi lulusan
dan implementasinya sebagai masukan penyempurnaan
dan perbaikan
2. Untuk program
jangka panjang perlu dilakukan kajian dan desain ulang sistem pendidikan agama (Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu)
yang bersifat integral, holistik, sistematik,
dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali, Muhammad,
2001,
”Guru
dalam
Proses
Belajar
Mengajar”,
Sinar
Baru
Algesindo, Bandung.
2. Azyumardi, 2003,
Paper pada “Strategi Pengembangan Kurikulum”, Departemen
Agama RI, Jakarta.
3. Belen. S, 2000,
Paper “Kajian Ciri-Ciri Kurikulum
Baru” Puskur, Jakarta.
4. Hamalik, Oemar,
2003, “Proses Belajar Mengajar”,
Cet 2, Bumi Aksara, Jakarta.
5. Muhaimin, et.al, 1993, Pemikiran Pendidikan
Islam; Kajian Filosofi dan Kerangka dasar Operasionalnya, Trigenda, Bandung.
6. Mukhtar,
2003,
”Desain
Pembelajaran
Pendidikan
Agama”,
Penerbit
Angkasa,
Bandung.
7. Mulyasa, 2006,
Kurikulum yang
Disempurnakan, Pengembangan Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar, Rosdakarya, bandung.
8. Nasution, Ani
Hakim (1990) “Suatu pemikiran tentang penjurusan
di Sekolah.
Menengah”, Paper
dalam
“Seminar
Reorientasi
dan
Perubahan
Kurikulum
Pendidikan Menengah”, Puskur,
Jakarta.
9. Rosyada, Dede, 2004, Paradigma Pendidikan Demokrasi, sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Prenada Media, Jakarta.
10. Tafsir, Ahmad,
(2000),
“Konsep
Pendidikan
Agama
Islam”, Penerbit Anngkas, Bandung.
11. Usman, Mohammad Uzer, 2005, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar