Jumat, 12 Oktober 2012

HAND BOOK SUPERVISI

KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM MAPEL AGAMA
























NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA


























DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM
2007

KATA PENGANTAR



Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan  Peraturan  Pemerintah   No.  22  tahun  2006  tentang  Standar  Isi.  Sebelumnya, pengembangan kurikulum dilakukan pemerintah pusat, yaitu Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan.

Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan (sekolah) seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan  prasarana,  pengelolaan,  pembiayaan  dan  penilaian  pendidikan.  Salah  satu  dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yakni standar isi (SI) merupakan acuan utama  bagi  satuan  pendidikan  dalam  mengembangkan  kurikulum  disamping  standar kompetensi  lulusan  (SKL).  Standar  isi  adalah  ruang   lingkup  materi  dan  tingkat kompetensi  yang  dituangkan  dalam  kriteria  tentang  kompetensi  tamatan,  kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Pengembangan kurikulum telah dilakukan oleh sebagian  satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu pada standar isi. Sebagai acuan, standar isi  ini  masih  perlu  ditelaah.  Penelaahan  dimaksudkan  untuk  memperoleh  informasi tentang ada-tidaknya rumusan pada  standar isi yang menimbulkan permasalahan bila digunakan untuk mengembangkan kurikulum.  Penelaahan terhadap naskah kurikulum dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan keterlaksanaannya.

Salah satu  hasil  kajian  tersebut  adalah  Naskah  Akademik  Kebijakan  Kurikulum Pendidikan  Agama.  Hasil  kajian  ini  memberikan  gambaran  tentang  muatan  naskah standar isi dan kurikulum  sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih lanjut.
Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak pakar yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala sekolah, pengawas,  guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja sama yang baik dari mereka,  naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Kepala Pusat Kurikulum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas,




Diah Harianti

ABSTRAK




Untuk  menjawab  tantangan  perkembangan  di  masa  depan,  Pusat  Kurikulum menyelenggarakan kegiatan kajian terhadap kebijakan kurikulum dan standar isi satuan  pendidikan  dan  mata  pelajaran  pendidikan  agama.  Berbagai  data  dan informasi telah  diperoleh selama rangkaian kegiatan ini dan dianalisis kemudian disusun dalam bentuk naskah akademik.

Kegiatan ini  dilakukan  dalam  rangka  penyempurnaan  naskah  akademik  kajian standar isi dan implementasi pendidikan agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha) pendidikan dasar dan menengah.

Ruang lingkup kajian ini mencakup standar isi dan implementasi mata pelajaran Agama  (Islam,   Kristen,  Katolik,  Hindu,  dan  Buddha)  SD/MI,  SMP/MTs  dan SMA/MA.  Kajian  ini  dilakukan  bersama  Departemen  Agama  RI  dan  Lembaga- lembaga Agama terkait, dan menggunakan metode kajian literatur, diskusi bersama ahli dan praktisi pendidikan agama jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dari hasil kajian tersebut diperoleh masukan sebagai berikut:
    Pendidikan Agama harus memperhatikan dan mengedepankan pendidikan akhlak mulia;
    Perkembangan   ilmu   pengetahuan   dan   teknologi   serta   munculnya   era globalisasi harus disikapi secara positif dan proporsional;
    Pendidikan     Agama    harus    konsisten     dan    tetap    menjadi    parameter perkembangan yang ada (politik, sosial, budaya, dan lainnya).

Dengan demikian kurikulum pendidikan agama perlu dirancang sedini mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan agama secara nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pengkajian dan penyempurnaan  Pendidikan Agama harus dilakukan bersifat integral,   holistik, sistematik, dan komprehensif.

DAFTAR ISI




Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi

BAB I. PENDAHULUAN.

A.  Latar Belakang
B.  Rasional
C.  Tujuan dan Hakekat Pendidikan Agama
D.  Ruang lingkup
E.  Landasan Yuridis
F.  Tujuan Kajian

BAB II. KAJIAN TEORITIS

A.  Perubahan Masyarakat
B.  Pengertian Kurikulum
C.  Prinsip Pengembangan Kurikulum
D.  Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
BAB III. TEMUAN KAJIAN A.  Kajian Dokumen
B.  Kajian Lapangan
C.  Pembahasan Kajian
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.  Kesimpulan
B.  Rekomendasi

BAB I. PENDAHULUAN




A.  Latar Belakang.

Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika dibandingkan  dengan negara lain bahkan dengan sesama Negara anggota ASEAN. Salah  satu  faktor  utama  rendahnya  kualitas  sumber  daya  manusia  Indonesia  ini terutama yang berhubungan dengan dunia pendidikan nasional. Program pendidikan yang dirancang sebelumnya belum berhasil menjawab  harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan.

Dalam memenuhi  harapan  dan  tantangan  di  masa  depan,  pendidikan  merupakan sesuatu  yang  sangat  berharga  dan  dibutuhkan.  Pendidikan  di  masa  depan  begitu penting dan memainkan  peranan yang sangat fundamental di mana cita-cita suatu bangsa   dan   negara   dapat   diraih.   Bagi   masyarakat   suatu   bangsa,   pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar dan menentukan masa depannya.

Menghadapi  masa  depan  yang  sudah  pasti       diisi  dengan  arus  globalisasi  dan keterbukaan  serta  kemajuan  dunia  informasi  dan  komunikasi,  pendidikan  akan semakin  dihadapkan  terhadap  berbagai  tantangan  dan  permasalahan  yang  lebih kompleks daripada masa sekarang atau sebelumnya. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan  arus informasi dan kemajuan alat komunikasi yang luar biasa.

Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang dapat  menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.  Sistem  pendidikan  yang  dibangun  tersebut  perlu  berkesinambungan  dari pendidikan  prasekolah,  pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah,  dan  pendidikan tinggi.

Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di mnasa depan perlu dirancang dan disempurnakan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional dan sekaligus meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu penddikan yang tinggi  diperlukan  untuk  menciptakan  kehidupan  yang  cerdas,  damai,   terbuka, demokratis,     dan      mampu                       bersaing             sehingga    diharapkan dapat              meningkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia.

Kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan tidak hanya bertumpu pada sumber daya alam  dan  modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal    sosial,   dan      kredibilitas       sehingga              tuntutan  untuk terus               menerus memmutakhirkan pengetahuan menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup

bila diukur dengan standar lokal saja, sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi  perkembangan  ekonomi  suatu  bangsa.  Terlebih  lagi,  industri  baru dikembangkan dengan berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah  bangsa  yang  berpendidikan  dengan   standar  mutu  yang  tinggi.  Dengan demikian,  fungsi  pendidikan  sebagai  hak  asasi  manusia  yang  mendasar,  modal ekonomi, sosial dan politik; alat pemberdayaan kelompok masyarakat yang  kurang beruntung,  landasan  budaya  damai,  dan  sebagai  jalan  menuju  mayarakat  belajar sepanjang  hayat,  sesungguhnya  merupakan  langkah  penting  bagi  pembangunan kualitas sebuah bangsa yang berbudaya dan berkarakter.

Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, maka kurikulum di masa depan perlu dirancang  sejak  sedini  mungkin.  Hal  ini harus dilakukan agar  sistem  pendidikan nasional  dapat  merespon  secara  proaktif  berbagai  perkembangan  informasi,  ilmu pengetahuan,  teknologi,  dan  seni.  Dengan  cara  seperti  ini  lembaga  pendidikan Indonesia  tidak  akan  kehilangan  relevansi  program   pembelajarannya  terhadap kepentingan peserta didik.

Untuk menjawab  persoalan  sebagaimana  dikemukakan  di  atas,  Pusat  Kurikulum melakukan   upaya                                   dengan  menyelenggarakan  kegiatan  kajian,  terutama  kajian terhadap Standar Isi yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006.



B.  Rasional.



Pendidkan agama di sekolah seharusnya memberikan warna bagi lulusan pendidikan, khususnya dalam merespon segala tuntutan perubahan yang ada di Indonesia. Hingga kini pendidikan agama dipandang sebagai acuan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, tetapi dalam kenyataannya dipandang  hanya sebagai pelengkap. Dengan demikian, terjadi   kesenjangan   antara   harapan   dan   kenyataan.   Akibatnya,   peranan   serta efektivitas pendidikan     agama di sekolah sebagai pemberi nilai spiritual  terhadap kesejahteraan  masyarakat  dipertanyakan.  Dengan  asumsi  jika  pendidikan  agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakatpun akan lebih baik.

Kenyataannya,    seolah-olah    pendidikan    agama    dianggap    kurang    memberikan kontribusi  ke  arah  perbaikan  kondisi  masyarakart.  Setelah  ditelusuri,  pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain; waktu yang disediakan hanya dua jam pelajaran dengan muatan materi yang begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan  hingga terbentuk watak dan keperibadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya.

Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan  kenyataan itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama di sekolah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan pendidikan agama tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan

terus menerus.  Kelemahan  lain,  materi  pendidikan  agama,       termasuk  bahan  ajar akhlak atau budi pekerti, lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik). Kendala lain  adalah  kurangnya  keikutsertaan        guru  mata  pelajaran  lain  dalam  memberi motivasi  kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai pendidikan agama dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua siswa.



C.  Tujuan dan Hakekat Pendidikan Agama

1.  Tujuan pendidikan agama
Pada dasarnya pendidikan agama bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikan ini kemudian dirumuskan secara khusus oleh masing-masing agama.

2.  Hakekat pendidikan agama
Pendidiakan Agama merupakan rumpun mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan  peserta didik untuk memperteguh iman dan takwa kepada Tuhan Yang  maha  Esa,  serta  berakhlak  mulia/budi  pekerti  luhur  dan  menghormati penganut agama lain.
Hakekat pendidikan ini kemudian dirumuskan secara khusus oleh masing-masing agama.

D.  Ruang Lingkup.

Kajian ini mencakup lingkup rumpun pelajaran:
    Pendidikan Agama Islam, yang terdiri dari aspek: Al Quran; Keimanan/Aqidah; Akhlah Mulia; Fiqih Ibadah/Muamalah; dan Tarikh Islam.
    Pendidikan Agama Kristen, yang terdiri dari aspek: Allah dan Karya-Nya;
dan Nilai-nilai Kristiani.
    Pendidikan Agama Katolik yang terdiri dari aspek: Pribadi dan Lingkungan; Yesus Kristus dan Kabar baik-Nya; Arti dan makna Gereja; Hidup bermasyarakat.
    Pendidikan Agama Hindu yang terdiri dari aspek: Sradha; Kepemimpinan; Budaya; susila; Kitab suci; Orang suci; Alam semesta; Tempat suci; Hari suci; Sejarah Agama Hindu; dan Yadwya.
    Pendidikan Agama Buddha yang terdiri dari aspek: Saddha (Keyakinan); Sila, Samadhi, dan Panna; Tipitaka/Tripitaka; dan Sejarah.
    Pendidikan Agama Khonghucu. E.   Landasan Yuridis

Landasan berlakunya kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagi berikut:
a.  Undang-undang  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional
(SNP)
b.  Peraturan    Pemerintah    Nomor    19   Tahun    2005   tentang    Standar    Nasional
Pendidikan
c.  Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi
d.  Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan e.   Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas
Nomor 22 dan 23 Tahun 2006
f.    Peraturan  Mendiknas  Nomor  6  Tahun  2007  tentang  Perubahan  Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006.
g.  Surat Edaran Mendiknas Nomor 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.



F.  Tujuan Kajian.

Kajian ini bertujuan untuk:
    Melakukan telaah kritis terhadap dokumen standar isi yang meliputi standar kompetensi dan kompetensi dasar,  dan standar kompetensi lulusan.
    Kajian terhadap implementasi standar isi dijaring melalui pengalaman guru.
    Menyusun rekomendasi perbaikan dan penyempurnaan terhadap dokumen dan implemantasinya baik jangka pendek maupun jangka panjang.

BAB II. KAJIAN TEORITIS



A.  Perubahan Masyarakat.

Abad baru yang sering kali juga disebut abad globalisasi yang memiliki beberapa kecenderungan yang, terutama bagi dunia pendidikan agama di Indonesia, sekaligus menjadi tantangan. Pertama, menguatnya hasrat untuk kembali kepada ajaran agama sekalipun  perwujudannya  kadangkala  baru   sebatas  simbol.  Tantangannya  bagi pendidikan agama adalah bagaimana menyambut kecenderungan ini sehingga ajaran agama yang hakiki dapat dipahami dan diamalkan. Kedua, berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang teknologi informasi. Kecenderungan ini  menjadikan  perananan  tradisional  guru  sebagai  tranformer  ilmu  pengetahuan kurang relevan karena dalam situasi tertentu peserta didik bisa jadi pengetahuannya melebihi  guru   karena  kemudahan  mengakses  sumber-sumber  ilmu  pengetahuan melalui  media  internet.  Ketiga,  tanggalnya  batas-batas  negara  dan  budaya  tetapi sebalikknya tumbuh dan bangkit  kelompok-kelompok yanng berdasarkan suku ras dan  agama.  Tantangan  bagi  pendidikan  agama   adalah  bagaimana  menjadikan meleburnya masyarakat dunia itu tidak menggoyahkan dan mencabut nilai-nilai luhur yang  diyakini  kebenarannya  oleh  masyarakat.  Keempat,  semangat  dan  praktek kompetensi                      akan    mendominasi     masyarkat     sehingga     prinsip    “bangkit     dari ketertinggalan” akan menjadi jiwa dan nafas masyarakat bangsa (Zamroni, 1997). Tantangannya  bagi pendidikan agama adalah bagaimana mendorong peserta didik untuk menjadi orang yang memiliki kompetensi sesuai pendidikan yang ditempuhnya.

Pendidikan agama adalah pendidikan yang kompleks karena menyentuh keseluruhan ranah  pendidikan. Pendidikan gama tidak saja menyampaikan materi pengetahuan agama kepada peserta didik tetapi juga harus membimbing mereka untuk berperilaku yang  sesuai  dengan  nilai-nilai  yang   diajarkan  agama.  Oleh  karena  itu  konsep pendidikan agama yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan tersebut adalah sistem pendidikan yang holistik, konprehensif, dan  integral. Sudah saatnya untuk mengubah paradigma  pendidikan agama yang diajarkan kepada peserta didik, yaitu mengedepankan  nilai-nilai  akhlakul  karimah  sebagai  perilaku  dasar  yang  harus dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik bukan hanya dituntut untuk mengetahui dan menghapal, akan tetapi juga mampu mengimplementasikannya dalam tindakan nyata sehari-hari (Mukhtar, 2003).

Kurikulum agama  merupakan  pemandu  utama  bagi  penyelenggaraan  pendidikan secara formal, yang menjadi pedoman bagi setiap guru, kepala sekolah dan kerangka (framework) pendidikan dalam pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Lebih dari itu, kurikulum  merupakan  pengejawantahan  dari  tujuan-tujuan  pendidikan  yang  ingin dicapai.  Kerena  itu,  kurikulum  memuat  jumlah  mata   pelajaran,  garis  pokok pengajaran,  dan  jumlah  jam  belajar  masing-masing  mata  pelajaran   dalam  satu minggu, selama satu tahun ajaran pada jenjang pendidikan tertentu (Azyumardi Azra, Strategi Pengembangan Kurikulum (2003).

B.  Pengertian Kurikulum.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan   pelajaran  serta  cara  yang  digunakan  sebagai  pedoman  penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of   knowledge),   sebagai  sistem  (curriculum  as  a  system)  dan  sebagai  rencana (curriculum as a  plan). Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, landasan, asumsi, teori, model, praksis,  prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem  dijelaskan  kedudukan  kurikulum  dalam  hubungannya  dengan  sistem  dan bidang-bidang  lain,  komponen-komponen   kurikulum,  kurikulum  berbagai  jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana            tercakup           macam-macam rencana dan rancangan atau desain  kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang, dan  jenis  pendidikan  dan  ada  pula  yang  khusus  untuk  jalur,  jenjang,  dan  jenis pendidikan tertentu.

Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat strategis karena merupakan  seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang  digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran  untuk  mencapai  tujuan   pendidikan  tertentu.  Kurikulum  sebagai pedoman  penyelenggaraan  kegiatan  pembelajaran  memberikan  makna  bahwa  di dalam kurikulum terdapat panduan interaksi antara guru dan peserta  didik. Dengan demikian, kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan di sekolah untuk memberdayakan potensi peserta didik.

Permasalahannya  sekarang,  bagaimana  mensiasati  kurikulum  dan  silabus  mata pelajaran agama yang pada satu sisi seperti dikeluhkan banyak guru dan orang tua peserta didik dirasakan terlalu sedikit waktu atau jam pembelajarannya sementara pada  sisi  yang  lain  teramat  banyak  atau  berat  tuntutan  yang  dibebankan  pada pendidikan agama, maka mutlak diperlukan rancng-bangun  kurikulum pendidikan agama yang pada satu sisi harus rela menyesuaikan dengan waktu jam pembelajaran yang  tersedia;  sementara  pada  sisi  yang  lain  harus  pula  mampu  memberikan pendidikan agama dan bahkan keagamaan yang relatif menyeluruh (komprehensip) dan bahkan utuh (holistik).

Kurikulum pendidikan agama yang bersifat utuh dan menyeluruh inilah seyogyanya dirancang bangun oleh ahli-ahli pendidikan kita dan terutama para pendidiknya. Ciri- ciri kurikulum pendidikan agama yang utuh dan menyeluruh itu seharusnya sebagai bahan yang layak didiskusikan. Sedikitnya  kurikulum pendidikan   agama memiliki beberapa ciri utama sebagai berikut:
1.  Kurikulum pendidikan agama yang memuat semua aspek agama yang hendak diajarkan oleh  guru pendidikan agama; kesemua aspek itu dididikkan dengan mengacu kepada kitab suci.
2.  Kurikulum pendidikan agama yang memadukan semua aspek ajaran agamanya yang hendak diajarkan oleh guru pendidik agama itu sebagai satu-kesatuan yang

tidak dapat  dipisah-pisahkan  apalagi  dipertentangkan  antara  aspek  yang  satu dengan atau dari aspek yang lain;
3.  Kurikulum pendidikan agama yang mampu mengintegrasikan ilmu/nilai agama itu sendiri  dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain (misal: Sain, Bahasa, Ilmu Pengetahuan             Sosial,        dan      lain-lain),                        yang       paling                   sedikit dianggap             sama kepentingan dan  kegunaannya bagi hidup dan kehidupan bangsa Indonesia dan bahkan umat manusia pada umumnya.

Rancang  bangun  kurikulum  yang  bersifat  utuh  dan  menyeluruh  secara  internal maupun  eksternal, ini memang tidak dapat dikatakan pekerjaan mudah, tetapi juga tidak  beralasan  apabila   dinyatakan  sebagai  suatu  pekerjaan  yang  sulit  apalagi mustahil. Kurikulum masa depan yang  demikian bisa saja dirancang/ bangun, asal saja dikerjakan oleh pihak yang benar-benar ahli dan berkemauan untuk membentuk kurikulum pendidikan agama sebagai mana yang diharapkan. Demikian pula dengan ihwal  para  guru/pendidiknya  dilapangan  yang  juga  harus  benar-benar  ahli  atau mumpuni baik teori maupun praktek.

C.  Prinsip Pengembangan Kurikulum.


Pengembangan  kurikulum  di  tanah  air  cenderung  kepada  pendekatan  kompetensi dasar. Sedikitnya ada tiga pendekatan pengembangan kurikulum yang dianut berbagai negara  di  dunia.   Pertama  pendekatan  materi  (content  based  approach)  yang menekankan pada materi mata  pelajaran, yaitu siswa cenderung pada penguasaan sederet ruang lingkup materi atau memiliki  banyak pengetahuan. Ini terjadi pada kurikulum                    sebelumnya    di    Indonesia.    Kedua,    pendekatan    kemampuan    dasar (competence  based approach) yang menekankan pada pengembangan keterampilan dasar (basic skills) mata  pelajaran. Di dalam agama adalah konsep-konsep dasar agama, yang kemudian konsep dasar ini  dikembangkan sendiri oleh peserta didik. Ketiga,  antara  ke  dua  pendekatan  di  atas  atau  gabungan  dari  keduanya,  yaitu pendekatan materi dan kompetensi. Barangkali pendekatan ke tiga  ini yang dianut oleh kurikulum di Indonesia. Indikasinya dapat dilihat pada dokumen silabus yang kini sedang dikembangkan satuan pendidikan dengan mencantumkan kolom materi.

Kurikulum  tingkat  satuan  pendidikan  jenjang  pendidikan  dasar  dan  menengah dikembangkan oleh                           sekolah              dan    komite    sekolah    berpedoman    pada    standar kompetensi lulusan dan standar isi serta  panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

a.  Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan  berdasarkan  prinsip  bahwa  peserta  didik  memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa  kepada  Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b.  Beragam dan terpadu

Kurikulum    dikembangkan    dengan    memperhatikan    keragaman    karakteristik peserta   didik,   kondisi   daerah,   dan   jenjang   serta   jenis   pendidikan,   tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum  meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan  lokal,  dan  pengembangan  diri   secara  terpadu,  serta  disusun  dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c.   Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,  teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d.  Relevan dengan  kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan    melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders)                 untuk menjamin                 relevansi    pendidikan    dengan    kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan   kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,  keterampilan berpikir,     keterampilan      sosial,    keterampilan                   akademik,                   dan  keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e.  Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan          dan                  mata  pelajaran               yang    direncanakan    dan    disajikan    secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f.    Belajar sepanjang hayat

Kurikulum    diarahkan    kepada    proses     pengembangan,    pembudayaan    dan pemberdayaan  peserta  didik  yang  berlangsung  sepanjang  hayat.  Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan  memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g.  Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum  dikembangkan  dengan  memperhatikan  kepentingan  nasional  dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan  nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.



D.  Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip- prinsip sebagai berikut.

Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik  harus  mendapatkan  pelayanan  pendidikan  yang  bermutu,  serta  memperoleh kesempatan           untuk      mengekspresikan     dirinya     secara  bebas,                       dinamis  dan menyenangkan.

1.  Kurikulum  dilaksanakan  dengan  menegakkan  kelima  pilar  belajar,  yaitu:  (a) belajar untuk  beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan  menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar  untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

2.  Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan,      dan      kondisi peserta                            didik  dengan    tetap        memperhatikan keterpaduan  pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

3.  Kurikulum  dilaksanakan  dalam  suasana  hubungan  peserta  didik  dan  pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut  wuri  handayani,  ing  madia  mangun  karsa,  ing  ngarsa  sung  tulada  (di belakang memberikan daya dan kekuatan,  di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

4.  Kurikulum  dilaksanakan  dengan  menggunakan  pendekatan  multistrategi  dan multimedia,  sumber  belajar  dan  teknologi  yang  memadai,  dan  memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar  serta  lingkungan  alam  semesta  dijadikan  sumber  belajar,  contoh  dan teladan).

5.  Kurikulum  dilaksanakan  dengan  mendayagunakan  kondisi  alam,  sosial  dan budaya  serta  kekayaan  daerah  untuk  keberhasilan  pendidikan  dengan  muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

6.  Kurikulum  yang  mencakup  seluruh  komponen  kompetensi  mata  pelajaran, muatan  lokal  dan  pengembangan  diri  diselenggarakan  dalam  keseimbangan, keterkaitan, dan  kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

BAB III. TEMUAN KAJIAN



A.  Kajian Dokumen

Dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi,   maka  pendidikan  akan  semakin  dihadapkan  terhadap  berbagai tantangan dan permasalahan  yang lebih kompleks daripada masa sekarang atau sebelumnya. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi  atau  sumber  daya  manusia  yang  memiliki   keunggulan  pada  era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat  komunikasi  yang luar biasa.

Selain  itu,  setelah  kebijakan  pemerintah  tentang  kurikulum  tingkat  satuan pendidikan di sosialisasikan, ada beberapa hal perlu dibenahi dan disempurnakan guna tercapai tujuan  peningkatan mutu pendidikan. Di antaranya adalah dalam memahami dokumen dan  pelaksanaannya . Pada tahun 2006 pemerintah pusat melakukan sosialisasi kurikulum tingkat  satuan pendidikan ke tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dengan  harapan pemerintah provinsi kemudian  melakukan  hal  sama  ke  tingkat  Kabupaten/Kota,  dan  selanjutnya kabupaten/kota  melanjutkan  ke  tingkat  satuan  pendidikan  di  masing-masing daerah. Harapan ini memang telah berlangsung, namun terjadi ada distorsi dalam pemahaman terhadap konsep, walaupun tidak besar.
Setelah pemerintah  pusat  melakukan  sosialisasi  KTSP  dan  melakukan  kajian bersama ahli  dan praktisi diperoleh informasi bahwa sebagian guru pendidikan agama   ada   yang   belum   mendapatkan   pelatihan   dan   menerima   dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .
    Belum semua guru pendidikan agama memahami isi dokumen Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (dokumen 1 dan 2).
    Belum  semua  guru  mampu  melakukan  analisis  materi  pembelajaran  dan bagaimana mengembangkan materi dan nilai-nilainya secara vertikal maupun horizontal,  termasuk  juga  kemampuan  mengintegrasikannya  dengan  mata pelajaran lain.
    Sebagian sekolah mengalami kesulitan merumuskan  latar belakang masalah, visi, misi, dan tujuan dalam penyusunan KTSP
Antara visi, misi, tujuan, dan program yang ada belum menunjukkan adanya keterkaitan.

Permasalahan  umum  yang  berkaitan  dengan  Standar  Kompetensi  (SK)  dan
Kompetensi Dasar (KD) diperoleh informasi sebagai berikut:
    Sebagian guru pendidikan agama belum memahami metode pencapaian SK dan  KD           yang  seharusnya  dikembangkan  di  dalam  silabus.  Bagi  sekolah kategori  baik,  seharusnya   materi  standar  yang  terdapat  di  standar  isi dikembangkan  lebih  dalam  dan  meluas  sesuai  dengan  tingkat  kemajuan sekolahnya.

    Pemahaman     guru    dan    tenaga    kependidikan    terhadap    pengembangan kurikulum termasuk tingkat gradasi materi atau keilmuannya belum memadai.

B.  Kajian Lapangan

Berdasarkan  kajian  lapangan  dan  pengamatan  guru-guru  pendidikan  agama terhadap  naskah  silabus  yang  disusun  satuan  pendidikan,  diperoleh  informasi antara lain sebagai berikut:
1.  Isi silabus yang disusun guru belum menggambarkan pengembangan materi atau  kompetensi yang seharusnya menjadi ciri dan potensi masing-masing sekolah, akan tetapi dikembangkan masih sebatas pada standar isi tanpa ada pengembangannya,  sehingga  bagi   sekolah  yang  mutunya  kategori  baik muncul pandangan terjadinya pendangkalan terhadap materi.
2.  Pemahaman  sebagian  tenaga  pendidik  dalam  menyusun  dan  merumuskan perencanaan  pembelajaran                          perlu  mendapat  perhatian  pembina  pemerintah setempat.  Diperoleh  informasi  bahwa  banyak  guru  yang  belum mengikuti sertifikasi atau belum memiliki kompetensi memadai.
3.  Pengetahuan dasar agama peserta didik sangat beragam. Diperoleh informasi, bahwa  ada   sebagian  peserta  didik  belum  memiliki  bekal  agama  yang memadai.
4.  Minimnya sarana dan prasarana pembelajaran pendidikan agama, misalnya alat peraga, termasuk tempat ibadah, terutama pada Sekolah Dasar..
5.  Sejak tahun 2006, pemerintah pusat telah melakukan sosialisasi kurikulum tingkat satuan  pendidikandilakukan Minimnya sosialisasi tentang penerapan kurikulum
6.  Kurangnya  perangkat  administrasi,  misalnya  buku  absen,  dan  buku  daftar nilai.

C.  Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan.

Kajian pada uraian di atas menuntun ke arah identifikasi alasan pengembangan kurikulum  pendidikan  agama  menyelaraskan  pada  perkembangan  masyarakat melalui kajian konprehensif dan holistik. Alasan-alasan yang dapat diidentifikasi adalah antara lain:
1.  Perubahan dan tuntutan masyarkat seiring dengan reformasi dan semangat demokrasi,  keterbukaan,  globalisasi  menuntut  reorientasi  pendekatan  dan pengkajian ulang serta  reinterpretasi berbagai materi dan nilai-nilai agama. Selain itu, semakin kuat tuntutan dari  kalangan masyarakat agar pendidikan agama, khususnya akhlakul karimah diintegrasikan ke dalam kurikulum.
2.  Kurikulum pendidikan agama dapat mendorong pada pemahaman yang lebih universal  dan   saling  menghargai  yang  didasarkan  pada  nilai-nilai  fitrah kemanusiaan dan hukum yang berlaku terhadap perbedaan-perbedaan.
3.  Sebenarnya ada unsur psikologis, antropologis, dan sosiologis memungkinkan untuk  memudahkan  peserta  didik  untuk  memahami  materi  pelajaran  dan mengapresiasi potensinya.

4.  Kurikulum     mendatang     hendaknya     lebih     mengedepankan     pendekatan kompetensi    (competence  based             approach)  yang        mengarah  kepada pengembangan kemampuan dasar peserta didik.                          Setiap peseta didik yang memiliki kemampuan memahami materi pelajaran memungkinkannya berani mengungkapkan dan mengembangkan kemampuannya.
5.  Aspek kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan ranah yang diharapkan dikembangkan   dalam  pembelajaran  di  kelas  untuk  sebagian  besar  mata pelajaran.
6.  Aspek    psikomotorik    sebagai    gambaran    riil     yang    langsung    teramati merupakan hal yang akan membekas dan lama diingat oleh peserta didik itu sendiri.
7.  Nilai-nilai universal dalam pendidikan agama memungkinkan peserta didik berkembang secara bebas dan tidak terkait atau terkungkung dalam fanatisme sempit.
8.  Pelajaran agama merupakan salah satu sarana untuk menjadikan peserta didik semakin   beriman   dan   bertakwa.   Aspek   iman   dalam   pelajaran   agama seharusnya  menonjol  dalam  setiap  aspek  yang  diajarkan  dalam  pelajaran agama.

BAB IV.  KESIMPULAN DAN REKOMENDASI




A.  Kesimpulan.

1.  Konsep dan sistem pendidikan agama ke depan harus dikaji dan dirancang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, sosial dan budaya bangsa serta menyesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan globalisasi.
2.  Implementasi pendidikan agama pada masa depan menekankan pada :
    Pengembangan materi dan pembelajaran yang bersifat utuh ( holistik )
    Mengedepankan nilai-nilai universal
    Terintegrasi dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
    Memperhatikan keragaman nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia
    Implementasi pendidikan agama menjadi tanggung jawab semua pihak ( Dinas Pendidikan, Departemen Agama, Pengawas, Kepala Sekolah, Semua Guru Mata Pelajaran,  Komite Sekolah,Yayasan Pengelola Pendidikan, orang tua peserta didik dan masyarakat. )
    Implementasi pendidikan agam mengedepankan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
    Pembelajaran pendidikan agama mengedepankan persamaan dan menghargai perbedaan.
    Dalam setiap satuan jenjang pendidikan, mengedepankan kehidupan beragama ( religius ).

B.  Rekomendasi

1.  Untuk program jangka pendek tahun 2008/2009 perlu dilakukan kaji ulang terhadap standar Isi, standar kompetensi lulusan dan implementasinya sebagai masukan penyempurnaan dan perbaikan
2.  Untuk program jangka panjang perlu dilakukan kajian dan desain ulang sistem pendidikan agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu) yang bersifat integral, holistik, sistematik, dan komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA



1.  Ali,  Muhammad,  2001,  ”Guru  dalam  Proses  Belajar  Mengajar”,  Sinar  Baru
Algesindo, Bandung.

2.  Azyumardi, 2003,  Paper pada Strategi Pengembangan Kurikulum”, Departemen
Agama RI,  Jakarta.

3.  Belen. S,  2000,  Paper “Kajian Ciri-Ciri Kurikulum Baru” Puskur, Jakarta.

4.  Hamalik, Oemar,  2003,  Proses Belajar Mengajar”, Cet 2, Bumi Aksara, Jakarta.

5.  Muhaimin, et.al, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofi dan Kerangka dasar Operasionalnya, Trigenda, Bandung.

6.  Mukhtar,  2003,  ”Desain  Pembelajaran  Pendidikan  Agama”,  Penerbit  Angkasa, Bandung.

7.  Mulyasa,       2006,   Kurikulum   yang   Disempurnakan,   Pengembangan   Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar, Rosdakarya, bandung.

8.  Nasution, Ani Hakim (1990) “Suatu pemikiran tentang penjurusan di Sekolah.
Menengah”,  Paper  dalam  “Seminar  Reorientasi  dan  Perubahan  Kurikulum
Pendidikan Menengah”, Puskur, Jakarta.

9.  Rosyada, Dede, 2004, Paradigma Pendidikan Demokrasi, sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Prenada Media, Jakarta.

10. Tafsir,  Ahmad,  (2000),  Konsep  Pendidikan  Agama  Islam”,  Penerbit  Anngkas, Bandung.

11. Usman, Mohammad Uzer, 2005, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung.